Karena tersenggol saat saya membersihkan rak, patung kecil ini terguling, lalu sayapnya lepas. Jatuh melewati tangga ke lantai bawah. Saat memasangnya kembali saya baru ngeh kalau sayapnya terbalik.
Patung yang saya beli 1990, ya 32 tahun silam, di Bali, ini sebenarnya untuk digantung dengan posisi tengkurap. Karena tancapan pada bodi kayu lunak ini lodhèk, akhirnya dia kami sandarkan. Kenapa? Sayapnya sering jatuh, demikian pula tititnya yang besar itu.
Kami serumah tidak menganggap hiasan ini cabul. Biasa saja. Ini kan sebangsa patung anak laki pipis di kolam ikan, mungkin meniru yang di Belgia tapi bisa juga tidak, atau patung wanita tanpa penutup payudara. Maneken tanpa pakaian, di pinggir jalan maupun di pasar, juga kelihatan payudaranya, tapi kalau vulva (bedakan dari vagina) tidak dicetak.
Bagaimana jika di ruang publik? Untuk barang baru tampaknya ada kemungkinan jadi masalah. Kasus pembalutan patung Hermes di Harmoni dan putri duyung di Ancol, Jakarta, adalah contoh. Apa yang sebelumnya, sekian lama, biasa akhirnya bisa menjadi masalah. Bayangkan jika arca dan relief candi dibegitukan.
Kalau foto orang bugil dengan memamerkan bagian tersembunyi, apalagi orang beneran bugil, di tempat ramai memang bisa mengganggu ketertiban. Misalnya bikin macet jalan.
3 Comments
Ngglembreh nopo nglembreh to? Nopo nloler? 😁
Kadosipun sami mawon. Manawi lepat badhé kula peneraken 🙏
Suwun. Betul. Dari kata klèmbrèh menurut Bausastra Poerwadarminta 👍🙏