Kalau belum ingin nikah sebaiknya jangan kumpul kebo, hidup sendiri-sendiri saja, karena putusnya susah.
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Kalau belum ingin nikah sebaiknya jangan kumpul kebo, hidup sendiri-sendiri saja, karena putusnya susah.

Sambil menahan tawa, Diajeng Kenes Merakati menegur Kamso via telepon, “Mas, Njenengan ini ora genah. Semalem pas makan bareng, Dino cerita ajaran Njenengan yang nggladrah. Melarang kumpul kebo tapi hwaduh ngajari yang nggak bener.”

Dino, 25, adalah anak bungsu Kenes. Si sulung, Pergiwati, sudah kawin, tinggal di Norwegia ikut suami. Mas Bambang Gagak meninggal ketika Dino masih SMP. Kenes menjadi ortu tunggal sambil menjalankan agensi PR.

“Emang Dino cerita apa, Jeng?” tanya Kamso.

Sambil ketawa Kenes bilang kalau Kamso mengajarkan, pacar dan calon istri beda. Kalau cowok akan menikah ya karena ingin dan siap selain cinta, bukan karena kelamaan pacaran atau si cewek dikejar usia.

“Bener, Mas?”

“Yes.”

Kenes melanjutkan, kalau belum siap nikah tak usah nikah tapi jangan kohabitasiong soalnya ribet. Masing-masing akan nambah barang dan urun biaya, nanti jadi masalah kalau pisah. Lebih baik tinggal sendiri-sendiri. Kamso mengiakan waktu Kenes menanya.

“Kita kan hidup di Indonesia, Mas. Lha ortu si cewek kalo orang Indonesia pasti juga rewel. Hihihi.”

Lantas Kenes menanya kok sampai bisa ngobrol dengan soal hidup bersama pas ketemu di bengkel.

Kamso bercerita, di ruang tunggu ada lukisan kerbau. Lantas Dino tanya soal kumpul kebo. Kamso menjelaskan itu dari bahasa Jawa, bukan dari bahasa sok Belanda koempoel gebouw. Orang sih Belanda menyebutya samenleven. Studi kependudukan empat dasawarsa lalu oleh Masri Singarimbun sudah memasukkan kumpul kebo sebagai variabel dalam status marital.

“Eh masih inget aja, Mas. Hihihi…”

¬ Gambar praolah: Wikimedia Commons

2 thoughts on “Nasihat kumpul kebo memancing tabayun

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *