Blogombal ya tetap blog personal, atas nama pribadi, dengan segala kekurangan dan risikonya.
↻ Lama baca 2 menit ↬

Agus (8) bocah yatim piatu yang menjadi pemulung

Sebuah foto berita yang menyentuh. Disebut foto berita karena jelas 5W+1H-nya*. Ini bukan foto turistik ala blogger, termasuk saya, yang cuma bertutur “seorang anak sedang anu lalu begitu”. Tentu ada kilah pembenar, karena blog saya bukan media berita, kontennya pun tak melalui proses jurnalistik.

Tanpa disebutkan dalam kapsi, sudah tecermin bahwa sang jurnalis foto berinteraksi dengan anak, bisa sebelum maupun setelah jepretan. Menanyakan nama, latar belakang, dan ini yang repot karena Agus si pemulung masih bawah umur, yatim piatu pula, soal publikasi foto minta izin siapa.

Jurnalisme bukan hal mudah. Tak semua hal yang kita bikin dan publikasikan dapat langsung disebut jurnalistik. Maka label “jurnalisme warga” harus diserap dengan cermat dan waskita, dan saya termasuk yang tak mendaku melakukan jurnalisme warga. Saya tahu diri, tak punya kapasitas sebagai juru dokumenter maupun pewarta dengan medium apapun. Saya bukan Dandhy Dwi Laksono, bukan Michael Moore.

Di Blogombal tak ada konten jurnalistik, bukan hanya 5W+1H sengaja saya bikin tak lengkap tetapi dari proses pembuatan posting memang tak melalui tahap yang sesuai kaidah jurnalistik. Saya hanya melihat sekilas, momotret, lalu membuat tafsir. Saya hanya melaporkan isi benak saya bahkan penghakiman saya tentang sesuatu. Jika ada yang memperkarakan, tak ada organisasi profesi maupun asosiasi penerbit, pun Dewan Pers, yang membela saya setidaknya secara moral.

Dalam kesan saya, dulu sebelum reformasi sebagian media di Indonesia hanya memuat foto turistik: lihat sekilas, jepret, naikkan. Namun media asing bereputasi, termasuk kantor berita, dan tentu terutama juga National Geographic, memberi contoh bahwa yang mereka munculkan adalah sosok berlatar. Jika menyangkut anak, ada nama dan usia. Untuk narasumber dewasa, usia kadang tak diizinkan untuk disebut.

Blog ini tetap blog pribadi. Atas nama saya, bukan sebuah wadah yang terlembagakan. Banyak kekurangan dan kelemahan. Jika terjadi sesuatu terhadap saya tersebab konten, saya hanya dapat mengadu kepada polisi minta perlindungan, mengharapkan dukungan dari SAFEnet kalau kasusnya layak, dan minta bantuan probono pengacara. Tentu saya berharap itu takkan terjadi.

*) Kapsi untuk foto karya Totok Wijayanto, pewarta Kompas:
Agung (8) menyusuri kawasan Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, untuk memulung kardus dan botol air minum kemasan, Senin (24/1/2022). Sejak ditinggal pergi ibu dan ayahnya yang meninggal, Agung yang tidak bersekolah itu tinggal bersama neneknya. Untuk bertahan hidup, neneknya bekerja sebagai pemulung. Karena hari itu neneknya sakit, ia berangkat memulung seorang diri.

5 thoughts on “Agung si bocah pemulung dan persoalan blog

  1. Baik tatkala dahulu bekerja sbg jurnalis, maupun saat sekarang nulis untuk blog, harapan saya sama : tidak terjerat masalah gara-gara tulisan/foto.

    Sejauh sy ingat, selama hampir 25.tahun jadi jurnalis, hanya satu kali sy tersandung masalah : dari Surabaya sy hrs ke Jkt (ke Mapolda Metro Jaya) untuk dimintai keterangan gara-gara laporan Hendro Priyono. Saya lupa tahun berapa, tapi antara 2004 – 2010.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *