Kebetulan mulai gerimis, padahal rumah masih tiga kilometer lagi, tapi ahhhh… itu hanya dalih. Pokoknya sampai di titik ini saya berhenti. Seperti biasanya. Minum air kelapa muda dan makan dagingnya. Harganya Rp10.000 per butir. Apa boleh buat pakai sedotan. Tak seperti masa SD dan SMP saat bertandang ke perdesaan dan dipetikkan kelapa muda.
Minum kelapa muda saat rehat bersepeda tidak berbahaya. Tidak bikin lemas. Bahkan minum degan setelah berolahraga itu bagus. Kandungan elektrolitnya bisa menggantikan cairan tubuh yang terkuras.
Tumben tadi warung kelapa muda Mas Agus ini sepi. Sedangkan warung buah di sebelahnya hanya ada satu dua pembeli.
Bosan duduk dan bermain ponsel, padahal warung masih akan buka sampai pukul sembilan malam, Mas Agus yang potongan rambut barunya, setelah mudik menengok bini, bergaya cukur batok ala Kim Jong-un itu bercanda dengan kucing warung buah memakai tripleks mirip mistar.
Gerimis tamat, saya melanjutkan perjalanan dengan lampu depan karena baterai lemah. Tapi lampu belakang yang byar-pet masih terang, tentu lampu remnya juga, begitu pula lampu sen dan hazard. Tapi lampu helm sudah kehabisan setrum baterai kancing.
Dua ratus meter kemudian saya melalui jalan basah dengan genangan sampai rumah. Ternyata habis hujan deras. Sepatu dan pakaian saya basah dan kotor karena terciprat air jalan oleh motor dan mobil. Masker juga kotor. Risiko bepergian musim hujan.
7 Comments
dulu di Bekasi, saya ada tukang nasi goreng langganan. suatu hari dia gak jualan lama. pas jualan lagi, saya tanya, kok lama tidak jualan. jawabnya, “pulang kampung, duitnya masih banyak, kudu dihabisin dulu sebelum jualan”..
Keren ini. Dia ikut menggerakkan ekonomi di kampungnya.
Mungkin bersaudara dengan pemilik warung, bukan di Serengan Solo, yang pasang tulisan “tutup, sudah kaya”.
Mas Agus habis mudik menengok bini. Kok Paman tahu?
1. Kapan itu saya mampir, yang jaga orang lain. Dia bilang Agus pulkam, tengok bini.
2. Tadi saya ketemu dia dan mengonfirnasi. Dia membenarkan.
Sip dah.
Saya kan berguru kepada pensiunan wartawan Tempo — sekali tempo skoy, tempo lain ndembik dan mengembik
Sip dah. (2)