Malas mencopoti hiasan Natal itu tak beda dari relawan malas menanggalkan atribut kampanye pemilu. Tapi tentu berbeda dari pemuja baliho ilegal.
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Malas mencopoti hiasan Natal padahal sudah medio Januari

Memamerkan apalagi menularkan kemalasan itu tidak elok. Baru hari ini, medio Januari, saya mencopoti hiasan Natal. Biasanya paling telat seminggu setelah tahun baru, berbarengan dengan ultah salah satu penghuni rumah, saya melepaskan semua hiasan.

Di dalam rumah ada hiasan yang harus saya lepas dengan memanjat tangga. Lalu memasang barang yang sempat saya turunkan, mengembalikannya ke tempat semula. Pada Natalan sebelumnya tak ada alasan untuk bermalas diri mencopoti.

Artinya, ya artinya, saya tak beda dari tukang dan relawan tempel poster, stiker, spanduk, dan aneka alat peraga kampanye setiap pileg dan pilkada, serta pilpres yang dulu. Bersemangat saat memasang, bahkan di tempat sulit, tapi malas untuk mencopoti. Ujung-ujungnya satpol PP dan satgas partai turun tangan.

Mestinya nanti ada aturan pemkot akan mendenda partai yang tak mencopoti semua atribut kampanye setelah acara selesai. Sudah pasang ini itu tanpa bayar pajak reklame eh malas mencopoti pula.

Ada nggak sih yang setia mempertahankan atribut, tepatnya baliho, bukan karena malas, bahkan kalau satpol PP akan menurunkan hiasan tanpa izin sonder bayar pajak, itu langsung mereka tentang, kecuali yang memerintahkan pencopotan adalah pangdam padahal itu bukan tugas tentara?

Ada. Bahkan mereka menghormati sang baliho.

6 thoughts on “Seperti pileg, pilkada, dan pilpres

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *