Kemarin sore, Senin Legi 10 Januari 2022, kami mendapatkan kalender dari tetangga yang bekerja di BRI. Kami berterima kasih, bertambah lagi kalender meja tanpa memaku dinding.
Saya senang, karena dalam kalender ada pasaran Jawa, dari Pahing sampai Legi. Namun nama hari tetap Masehi dalam bahasa Indonesia. Berlebihan dan tak tahu diri jika saya berharap ada nama hari Radite, Soma, Anggara, Buda, Respati, Sukra, dan Tumpak. Itu Minggu sampai Sabtu.
Jangankan nama hari, lalu nama bulan Wadana hingga Warana, kemudian tahun Alip hingga Jimakir, karena Pon Wage pun tak saya pahami. Saya hanya tahu Selasa Kliwon adalah Anggara Kasih tapi saya tak dapat memaknai. Saya tak pernah memakai nagadina atau hari baik dan buruk.
Sebagai orang Jawa, sejauh ini saya hanya sering merujuk pasaran karena eksotis. Ada romantisisme sebatas permukaan. Kosmologi Jawa belum saya resapi.
Saya masih terlalu bocah saat Bapak memperagakan kalender falak dan menjelaskan pranatamangsa. Bapak paham geomansi Jawa dan nagadina tapi tak percaya primbon. Padahal dalam namanya ada unsur tarikh Jawa: Dal. Terangkai bersama nama bulan Masehi. Dengan nama depan biblikal berakar Semit.
6 Comments
Jadi inget pria sepuh (sekarang sudah sedo) yang dulu kala biasa saya panggil Mbah Hadi, nama lengkapnya kalau nggak salah KRHT Suhadi Darmodipuro.
Dia adalah abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta yang kala itu menjabat kepala Museum Radyapustaka Solo, dan ahli astrologi Jawa (pawukon). Sayang, ia kemudian terlibat pencurian arca kuno koleksi museumnya, dan divonis 1,5 tahun penjara….
Beliau khatam π
Soal arca akhirnya urusan ke priyagung di Jakarta, adiknya Anu
bukan koboi tapi penggemar kuda….
π Spt bukan crosser tapi gemar trail
dulu sering baca rubrik beliau di Solopos, termasuk soal keris..
Wah Zam ngefans rupanya π