Budiman Gerontol menanya Kamso, “Pak, naga itu ada beneran nggak sih?”
Secara sok bijaksini Kamso menjawab itu binatang mitologis. Gerontol masih penasaran, “Kalo burung garuda, Pak?”
“Coba kamu tanya penjual sangkar dan pakan burung di pinggir luar jalan tol itu. Mungkin dia tahu.”
“Kalo ada yang mempersoalkan hiasan naga di bandara, Pak?”
“Lha ya tanya dia. Dia sebetulnya cuma nanya kenapa bukan garuda, dan soal naga itu dia nanya apakah ada netijen yang bisa jelasin.”
“Kayaknya dia sealiran sama dosen cewek di Jogja yang dulu mempersoalkan kenapa di uang rupiah ada potret orang kafir ya, Pak?”
“Nggak ngerti aku. Aku cuma penasaran, kalo pake tunai apa Bu Dosen itu mau terima dan bayar pakai rupiah gambar kafir.”
“Kenapa mereka suka aneh-aneh ya, Pak?”
“Masa sih? Siapa yang aneh? Jangan-jangan kamu yang aneh di mata mereka, Lé.”
“Kayaknya mereka pengin orang se-Indonesia seragam, mirip semua gayanya dengan mereka.”
“Setahuku sih Indonesia ini campur aduk. Nggak bisa hanya ada satu gaya, satu selera. Nama masakan sama, bumbunya aja bisa beda, rasanya juga. Bumbu sama, rasa juga bisa beda kok, Lé. Itu yang namanya keberagaman.”
“Orang-orang itu makanannya juga beda-beda kan ya, Pak?”
“Semoga, Lé.”
¬ Gambar naga Sang Hyang Anantawisesa karya Christoper Dewa Wardana (Kluban.net), gambar latar dari Picsart
2 Comments
Bukannya terbelokkan ke naga bandara, saya malah jadi inget film ini….
https://id.m.wikipedia.org/wiki/How_to_Train_Your_Dragon
Waaaaaa 😇