Bahasa bisa rumit. Jika tragedi dan komedi ditinjau hanya dari sisi semantik dan sejarahnya, bisa saja kita terpeleset pada simpulan gampang nan berjarak: setiap orang memiliki babak tragis dan komedis masing-masing, bisa dari sudut pandang orang tersebut maupun orang lain.
Jika menyangkut bahasa jurnalistik, tepatkah menempatkan proses hukum terhadap seorang kolonel dan dua kopral TNI AD sebagai tragedi bagi mereka?
Siapa yang sebenarnya, jika ditinjau dari alam pikir khalayak, yang tragis nasibnya? Kedua korban tabrak lari di Nagrek, Kabupaten Bandung, Jabar, yakni Handi Hariasaputra (17) dan Salsibila (14), yang mayatnya dibuang ke Sungai Serayu, ataukah ketiga tersangka?
Kolonel Priyanto, Kopda DA, dan Kopda A, sejauh saya membaca berita tak pernah menyatakan kepada pemeriksa bahwa yang mereka lakukan adalah tragedi.
Di luar debat semantik soal tragedi, ada satu soal lagi. Perwira itu pangkat ketentaraan, di dalamnya melekat nilai-nilai kepemimpinan dan tanggung jawab. Adapun keperwiraan tak hanya melekat pada perwira, bisa juga pada pangkat prajurit terendah dan lingkungan sipil.
Nasib Tragis 3 Prajurit TNI AD yang Buang Mayat Handi dan Salsabila https://t.co/WRWBcDPHu9
— VivaCoid (@VIVAcoid) December 25, 2021
¬ Gambar praolah: Shutterstock
2 Comments
Trogas-tragis apanya?
Yang tragis ya Handi dan Salsabila : sudah jadi korban kecelakaan motor vs mobil, kemudian (menurut pengakuan satu dari dua Kopda) dibuang dari atas sebuah jembatan ke Sungai Serayu, bahkan saat dibuang diduga Handi yang luka parah masih hidup.
Yah begitulah. Tapi kenapa ada media bisa bikin judul seperti itu?
Gak paham saya.
Seperti beberapa waktu lalu ada saja judul “kiamat bagi PNS”