Warung tanggul di lahan bergaya Belanda

Perubahan lingkungan tanpa kendali sehingga mengakibatkan banjir mendorong warga membuat tanggul rumah dan warung, tapi jadi seperti kolam dalam rumah ketika air di luar surut.

โ–’ Lama baca < 1 menit

Dari jalan, secara sepintas warung ini tampak tinggi. Padahal yang tinggi tanggulnya. Karena saat hujan deras lama, kawasan di perbatasan dua kompleks, yang menjadi terminal angkot T10 CH (Chandra – Cililitan), itu selalu terendam. Mobil dan motor tak dapat melintas. Rumah dan toko sudah ditinggikan, melebihi warung ini, tetap saja kebanjiran. Ketika air di luar sudah surut, di dalam rumah belum tentu karena tanggul menjadi dinding mangkuk.

Ada kali kecil di sana, dan saya menyebutnya bergaya Belanda: lebih tinggi permukaan air kali saat pasang daripada permukaan jalan. Perumahan di sana dibangun pertengahan 1980-an, di wilayah rendah yang dulunya sawah dan rawa.

Urusan dengan Walanda alias Walandi? Orang Prancis secara resmi menyebut Nederland itu Pays-Bas. Artinya Tanah Rendah, karena di bawah permukaan laut. Maka salah satu keahlian Belanda adalah hidrologi, suatu hal yang tak diwarisi bekas jajahannya yang dulu bernama Hindia Belanda.

Oh, bukannya ini soal amdal dan regulasi saat membangun perumahan, dan perubahan lingkungan tanpa kendali? Bukan soal bahasa? Oh, maaf.

4 Comments

junianto Rabu 24 November 2021 ~ 14.38 Reply

Foto-fotonya bagus… (mohon maap, komen gagal fokus)

Pemilik Blog Rabu 24 November 2021 ~ 14.47 Reply

Terima kasih. ๐Ÿ™
Foto ndak bagus. Hasil downsizing di aplikasi kalo menyangkut garis lurus atau perspektif jadi bergerigi. Sering begitu. Tapi saya cuek saja krn buat blog pribadi ๐Ÿ˜‡๐Ÿ™ˆ

Coba lihat garis atas tanggul warung pada foto pertama…

junianto Rabu 24 November 2021 ~ 15.31 Reply

pasti (jauh) lbh bagus dari hasil jepretan saya krn sy sering hanya “pokokke motret”.

Pemilik Blog Rabu 24 November 2021 ~ 17.35

Sama. Pokoknya manut krenteging manah kรฉmawon

Tinggalkan Balasan