Perubahan lingkungan tanpa kendali sehingga mengakibatkan banjir mendorong warga membuat tanggul rumah dan warung, tapi jadi seperti kolam dalam rumah ketika air di luar surut.
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Dari jalan, secara sepintas warung ini tampak tinggi. Padahal yang tinggi tanggulnya. Karena saat hujan deras lama, kawasan di perbatasan dua kompleks, yang menjadi terminal angkot T10 CH (Chandra – Cililitan), itu selalu terendam. Mobil dan motor tak dapat melintas. Rumah dan toko sudah ditinggikan, melebihi warung ini, tetap saja kebanjiran. Ketika air di luar sudah surut, di dalam rumah belum tentu karena tanggul menjadi dinding mangkuk.

Ada kali kecil di sana, dan saya menyebutnya bergaya Belanda: lebih tinggi permukaan air kali saat pasang daripada permukaan jalan. Perumahan di sana dibangun pertengahan 1980-an, di wilayah rendah yang dulunya sawah dan rawa.

Urusan dengan Walanda alias Walandi? Orang Prancis secara resmi menyebut Nederland itu Pays-Bas. Artinya Tanah Rendah, karena di bawah permukaan laut. Maka salah satu keahlian Belanda adalah hidrologi, suatu hal yang tak diwarisi bekas jajahannya yang dulu bernama Hindia Belanda.

Oh, bukannya ini soal amdal dan regulasi saat membangun perumahan, dan perubahan lingkungan tanpa kendali? Bukan soal bahasa? Oh, maaf.

4 thoughts on “Warung tanggul di lahan bergaya Belanda

    1. Terima kasih. 🙏
      Foto ndak bagus. Hasil downsizing di aplikasi kalo menyangkut garis lurus atau perspektif jadi bergerigi. Sering begitu. Tapi saya cuek saja krn buat blog pribadi 😇🙈

      Coba lihat garis atas tanggul warung pada foto pertama…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *