Maka telentanglah dia, meronta, tapi tak berdaya…

Siapa pun bisa megilan terhadap kecoa, bahkan ketika ditemani orang lain. Megilan dan ketakutan itu berbeda.

▒ Lama baca < 1 menit

Jika ditelentangkan, coro kecoa tak berdaya, bisa mati tak tertolong

Bahasa Jawa mengenal “wedi” (bukan wedhi) dan “gila” (baca: gilo). Kalau wedi itu takut. Setelah ditemani, ketakutan seseorang terhadap sesuatu akan berkurang. Sedangkan gila dan megilan, itu lebih dekat ke fobia, ngeri, jijik dan apapun yang berupa penolakan keras, jangan sampai bersua dalam suka maupun duka.

Megilan itu bisa terhadap kecoa, ulat, cacing, sampai cicak. Tapi gabungan wedi dan gila juga ada, misalnya terhadap ular.

Pagi ini ketika sedang menyapu saya bersua kecoa alias coro. Dengan sapu saya balikkan badannya, dari posisi biasa, yakni tengkurap, ke posisi telentang. Dia meronta tapi tidak bisa membalikkan badan. Pernah saya biarkan saja sampai akhirnya dia tamat riwayat dirubung semut, tanpa meninggalkan biografi.

Saya dulu termasuk gila terhadap kecoa tapi akhirnya bisa saya atasi. Tentu sekarang tetap jijik, apalagi isi perut kecoa itu kuman. Pengalaman pertama harus berani menangkap kecoa hidup-hidup adalah saat istri hamil pertama. Setiap kali ada kecoa nyelonong ke kamar dari celah pintu akan saya tangkupkan telapak untuk mengurung dia — “Hap! Lalu ditangkap” — lantas saya lemparkan dia ke kolam ikan sebelah kamar.

Bergidik juga. Tapi saya kadang percaya takhayul untuk hal tertentu. Misalnya saat istri hamil. Jangan menyakiti apalagi membunuh binatang.

Megilan terhadap kecoa bisa terjadi pada siapa saja. Dulu, suatu siang, ketika saya tiba di kantor, saya lihat teman saya sudah berdiri di atas meja, ambil mulutnya berdesis mengusir kecoa di lantai. Dia marah dan mengumpat ketika saya hanya berkacak pinggang sambil tertawa.

#$&@%*! Cepet singkirna, Kang! Aja ngguyu!” katanya dengan tegang.

Setelah urusan saya bereskan, dengan menginjak kecoa dan minta OB membersihkan, saya dengan menahan tawa bilang, “Situ itu anggota Perbakin, ikut perguruan kungfu, kok takut sama coro.”

Misalkan saat itu dia sudah aktif di Perpani dan rajin berlatih memanah seperti sekarang, entri maido saya mungkin bertambah.

Tapi misalnya saya jadi dia, dengan aneka keterampilan olahraga target dan bela diri, kalau sudah megilan ya tetap megilan. Siapa pun yang mengejek akan saya… ejek juga, untuk hal lain.

4 Comments

junianto Selasa 16 November 2021 ~ 08.06 Reply

Istri sy gilo thd cecak, dan kadang2 mengganggu eh membangunkan saya tengah malam atau dini hari gara2 dia nglilir lalu melihat cecak merayap di dinding atau di plafon.

kalau sdh begitu, apa boleh bikin, senyenyak apapun sy tidur sy pasti langsung bangun lalu mengambil paralon kecil panjang —yang memang disiapkan untuk nggepyok cecak.

Pemilik Blog Selasa 16 November 2021 ~ 08.40 Reply

Sungguh suami yang baik dan benar lagi setia sesuai nama akhir.
Di warung yang bukan makanan gak ada “lawa-lawa” atau sapu panjang ya?
Eh repot ding ya, bisa nyampluk apa saja.

Dulu waktu saya tiga bulan di desa, anak tuan Pak Lurah membidik cicak pakai karet gelang. Padahal lampu temaram karena tak ada listrik.

junianto Selasa 16 November 2021 ~ 08.56 Reply

Sy titis pakai paralon kecil panjang itu, kok, paman😁

dulu saat kecil sy kadang juga mbidik cecak pake karet gelang —tapi tdk titis alias gak kena

Pemilik Blog Selasa 16 November 2021 ~ 12.27

Kena gak kena yang penting si cicak lari menjauh

Tinggalkan Balasan