Masa sih untuk bergaya harus tahu upah buruh pabrik produk yang akan dibeli?
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Sneakers Adidas Pharrell Williams dan upah buruh

Seorang pria tua meledek anak gadisnya yang oleh lingkungan pergaulannya yang dicap sebagai social justice worker, dan kebetulan kerja dari LSM ke LSM.

“Sepatumu bikinan Vietnam, kan? Tahu berapa UMP di sana dibandingkan seluruh Asean?”

“Ah, Papa suka gitu. Nggak penting itu. Kalo kita nggak beli malah kesian produsen. Udah pake upah murah, masih nggak laku pula, ujung-ujungnya buruhnya kena PHK.”

“Oh, gitu ya?”

“Aku tahu, meskipun Papa nggak bilang, kalo dulu ogah make Nike karena perakit sneakers-nya di sini mengeksploitasi buruh. Lantas Papa milih Reebok yang nentang child labour di Asia Selatan. Dulu sih…”

“Hehehehe…”

“Habis ini pasti nanya berapa UMP di Bangladesh karena aku sama adik dan Mama sering beli Uniqlo.”

“Nggak.”

“Dulu Papa cerita, Levi Strauss tahun sembilan puluhan pernah minta per potong 501 di garmen sini 10 USD, lantas pengusaha garmen kayak Poppy Dharsono idola Papa itu nolak, minimum 15 USD. Tapi napa sejak muda ampe tua Papa tetep pake Levi’s tanpa peduli bikinan mana, berapa UMP buruhnya?”

“Hmmmm…”

“Papa juga suka beli produk murah meriah dari Cina kan?”

3 thoughts on “Nyinyir soal brand dan upah buruh

  1. Pria tua itu Paman, kan? 😬

    BTW saya pernah beli 501 langsung dua (krn promonya diskon 50 persen) tapi ternyata seri itu enggak cocok buat saya : ribet mengancingkannya lagi setelah pipis.

    Akhirnya yg satu saya kasihkan anak sy, dan sy nggak pernah lagi beli 501, belinya 505 kadang 512.

    1. Jeans eh jins eh jin menurut KBBI saya dulu banyak yang bermerek Cole, beli di Matahari. Ada yang dapat diskon, jadi cuma Rp75.000.

      Ada juga yang mestinya bermerek Rahmat karena saya pernah mencoba ndadakaké di Rahmat Jeans, di entah LA atau Depok.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *