Cukai itu harus. Merokok kudu dibatasi. Kalau miras? Jangan dilarang total.
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Cukai Rp15.000 per liter untuk bir kalengan Sapporo Premium 330 ml

Sambil mengamati cukai bir kalengan 330 ml, yang tertulis Rp15.000 per liter, orang muda itu bersungut-sungut, menganggap pemerintah kelewat haus uang, sehingga cukai produk hasil tembakau dan minuman beralkohol (minol) makin mahal. Maka dia bilang, mestinya kedua jenis barang nikmat itu tak perlu cukai.

Saya tertawa. Cukai itu perlu. Terutama untuk barang-barang yang harus dikendalikan dan bisa berpeluang lebih banyak mudaratnya. Kelak minuman kemasan bergula juga kena cukai. Begitu pun tas keresek.

Untuk rokok, regulasi tumbuh terus melalui perda. Misalnya dilarang merilis di area rumah ibadat. Kalau orang sakit karena rokok, yang mengongkosi melalui BPJS juga orang yang tidak merokok.

Buat apa sih pemerintah mengenakan cukai, bahkan gula dan plastik juga bakal kena?

Soal alkohol lebih pelik. Masalahnya bukan cuma cukai berdasarkan golongan minuman keras (istilah lawas yang pas, karena memang keras, disingkat miras) tapi juga norma sosial. Katakanlah dari sisi agama tertentu. Bagi saya, tak perlu pelarangan total, cukup pengaturan dan pembahasan. Pada tingkat perorangan, kalau tahu itu dilarang agamanya ya jangan minum — apalagi sampai mabuk sehingga mengganggu kenyamanan orang lain.

Lebih penting lagi ada sanksi yang tegas terhadap penjual miras tanpa izin. Juga ganjaran keras bagi penyuling miras ilegal — tentu penjualnya juga.

Ya, banyak debat soal miras, apalagi jika dihubungkan dengan adat sebagian kelompok masyarakat terhadap miras tradisionalnya. Artinya tidak bisa masalah dilihat hitam putih. Orang Kristiani minum anggur dalam peribadatan bukan untuk bermabuk-mabukan. Porsinya pun tak sampai bikin mabuk.

Lalu? Saya tak mengikuti terus soal RUU Pelarangan Minol. Saya hanya tahu RUU ini di Prolegnas DPR bertanda biru, berada di di urutan ke-17 dari 37 RUU. Artinya sedang disusun.

RUU Pelarangan minuman beralkohol bermula dari FPI

Sekali lagi, bagi saya tak perlu pelarangan total. Tentu pengendalian dan pengawasan mutlak perlu. Membawa bir dalam mobil harus di bagasi. Dilarang minum di trotoar meskipun itu di depan rumah. Orang dewasa yang mengizinkan anak di bawah umur minum miras harus dihukum.

Orang muda itu tampaknya kurang puas. Dia menatap saya, “Tapi Njenengan kadang merokok, kan? Kadang minum bir juga, kan? Kok setuju ama pembatasan ketat dan cukai?”

¬ Infografik dari Lokadata.id, artikel ini dan itu

2 thoughts on “Mestinya rokok dan alkohol nggak kena cukai?

  1. Mau komen tapi takut krn saya bukan perokok dan pengebir 😁

    Sudah sejak bertahun-tahun silam berhenti merokok (krn batuk) dan stop ngebir (krn enggak bisa tidur sehabis ngebir, dan, kala itu, hrs minum inza jika pengin bisa tidur setelah ngebir 🙈).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *