Ternyata ada juga gaya Pak Harto pakai hem pendek berdasi. Setelah itu dia lebih sering pakai safari harian.
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Saya temukan beberapa foto lama Presiden Soeharto berkemeja lengan pendek memakai dasi di Instagram. Saya belum pernah melihatnya. Yang jelas saya terkesan. Hem lengan pendek dengan dasi, dalam persepsi saya adalah murid SD, murid SMP, guru terutama kepala sekolah, dan orang Protestan ke gereja.

Untuk yang terakhir itu, lagi-lagi dalam pengenalan saya, kalau bukan anggota majelis gereja ya pemain organ. Bapak saya dulu kadang juga begitu. Kalau pendeta karena pakai jubah saat berkhotbah, tak jelas bajunya seperti apa, pakai dasi atau tidak.

Kalau guru? Foto-foto lama guru sekolah berpose bersama biasanya untuk guru pria boleh berkemeja lengan pendek dengan dasi.

Adapun kepala sekolah, seingat saya, setiap Senin tampil di upacara dengan baju berdasi. Kalau kepala SMA saya dulu kadang baju lengan pendek dengan dasi, kadang lengan panjang berdasi, bahkan sesekali dengan jas. Mungkin karena dulu Salatiga sejuk bahkan pagi kadang dingin, sehingga memimpin upacara dengan jas bukan masalah.

Seingat saya dulu pria berkemeja lengan pendek dengan dasi itu lumrah. Coba tengok foto-foto jadul keluarga Anda. Terutama foto sebelum awal 1970-an, saat kemeja batik dan setelan safari belum mendominasi.

Saya barusan mencari foto Lee Kuan Yew muda berkemeja lengan pendek dan berdasi. Tak ketemu. Padahal saya tampaknya pernah melihatnya. Kalau Pak Lee, Bapak Bangsa Singapura itu, berkemeja lengan pendek putih tanpa dasi sih banyak banget.

Kalau untuk masa sekarang, saya menemukan contoh pejabat berkemeja pendek dengan dasi, yakni A.M. Hendropriyono. Tampaknya itu foto setelah 2010.

Banyak orang berpendapat, hem lengan pendek dan dasi itu kurang bagus bila dibandingkan kemeja lengan panjang berdasi.

Ah tapi itu kan selera ya. Sama seperti sebagian dari Anda merasa tak nyaman memakai kemeja batik lengan pendek dan ditutupi jaket. Apalagi jika motif batiknya ramai nian.

¬ Foto Soeharto: Pix/Michael Ochs Archives/Getty Images, Juni 1968; Foto Hendropriyono: detikcom

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *