Kamsi keplok setelah Kamso selesai mencuci dan menyetrika. Nanti suaminya mengepel. Semua dilakukan karena Kamso tidak bisa memasak.
Sambil menggoreng, Kamsi bilang nanti kalau Mbak ART sudah boleh masuk, setelah libur Covid-19, pasti bakal bilang, “Karena Bapak lebih jago kalo ngepel dan nyuci, ya Bapak aja yang lakuin semua, Bu. Waktu habis libur Lebaran seminggu lebih dia bilang gitu.”
“Biarin aja,” sahut Kamso.
Kamsi menanggapi, “Bukannya kita feodal ya, kan dia kita ajak makan bareng di meja. Tapi kok dia kurang ajar ya?”
Kamso cuma ketawa, “Zaman udah beda, Bojoku.”
Lalu Kamso mengenang awal kerja di Jakarta. Di pantry kantor Mas OB memergoki dirinya mengembalikan gelas demi gelas setelah mencium bau sabun colek.
Mas OB tersinggung, bilang kalau tak puas silakan cuci gelas piring sendirian. Kamso santai menanggapi, “Nggak masalah. Dari kecil aku biasa asah-asah. Kita tinggal tukar kerjaan aja. Oke?”
Mas OB ngedumel dan berlalu.
Hal sama berulang ketika Kamso, sebagai pemimpin unit, tak sabar dengan bagian umum yang lamban membeli pesanan, dan ketika dapat, eh salah pula. Dia lebih dulu mendapatkan semua sejak papan tulis merangkap flip chart board sampai paku untuk dinding gipsum, padahal belum ada lapak daring.
Mas Umum yang selalu mengantongi tespen di lengan baju sebagai tanda selalu siap bekerja, pun kemlinthi dan kemethak, berkomentar, “Kalo gitu Mas Kamso aja yang melakukan pekerjaan bagian umum.”
Lagi-lagi jawaban Kamso seperti di pantry dulu, saat sabun colek belum digantikan Sunlight cair: mengajak bertukar pekerjaan.
Tanggapan Mas Umum idem Mas OB: ngedumel, sambil bilang, “Aja dumèh!”
¬ Gambar praolah: Shutterstock