Adakah yang salah dengan membela pihak yang membayar kita? Jawaban bijak sekaligus abstrak, semua ada batasnya. Tapi jika bicara nurani, atau kata hati, ukurannya bisa tidak jelas.
Kaus ini adalah versi lain, muncul lebih dulu, dari kaus hijau Front Pembela Order.
Dalam isu politik tertentu, yang memobilisasi dukungan massa secara fisik, berupa kerumunan, bukan melalui media sosial, soal demonstran bayaran selalu muncul. Tujuannya adalah happening, laik foto berita, terutama sebelum era buzzer.
Perbedaan demonstrasi beneran yang kebetulan dapat dukungan uang dari simpatisan dan demo entah apa yang sejak awal memang digerakkan uang adalah pada pemahaman isu.
Pada kelompok kedua itu sebenarnya tak beda dengan pakai pagar ayu dari agensi untuk resepsi pernikahan atau acara bisnis, termasuk turnamen golf, yang pesertanya tak perlu mengenal mempelai dan para besan maupun mengenal produk yang dirayakan sehafal isi brosur karena mereka bukan SPG, cuma penggembira.
Demonstran bayaran bisa terkemas ayu wangi dan bisa juga sebagai orang keras beraroma keringat bercampur debu dari kaum tertindas. Orang-orangnya juga berbeda.
Di warung angkringan saya pernah berjumpa seseorang yang menyebut diri “EO demo”. Apa yang dia lakukan, menurutnya, adalah menolong orang dan mempertemukan pihak yang saling membutuhkan.
¬ Maaf saya tak mendiskusikan pilihan kata dalam judul berita, yakni “demonstran cantik” dan “wanita berpakaian seksi” 🙏🙊
2 Comments
Memang uang mempertemukan kepentingan. Hanya nurani sebagai benteng terakhir.
Tentu bukan kesalahan uang sebagai alat tukar. Sebelum ada uang mungkin ladang, ternak, dan yang purba adalah bintang buruan dan wilayah perburuan 😇