Layanan bertekno digital mestinya tak butuh aneka fotokopian. Cukup memindai kode atau tik identitas dokumen. Birokrasi memang lapar kertas.
↻ Lama baca 2 menit ↬

Fotokopian KTP nan mewah, pakai kertas foto

“Fotokopinya bagus amat, Pak? Kayak KTP asli,” ujar Mas Petugas mobil Samsat Keliling di halaman Cyber Park Bekasi, Jabar.

Yang saya sodorkan memang kertas foto bergambar KTP. Kaku. Tebal. Berwarna. Hasil jepretan ponsel saya. Saya cetak secara digital kilat, tersebab tak ada kios fotokopi di CBP. Duplikat KTP itu untuk melengkapi fotokopian BPKB dan STNK mobil yang sudah saya siapkan dari rumah.

Duplikat KTP dengan kertas foto

Tanpa sengaja saya bersua mobil Samsat saat mencari kedai kopi di CPB, untuk menunggu gerai Samsat (bukan mobil) di mal buka, karena Mal Metropolitan di seberang jalan belum buka.

Ternyata petugas mobil meminta fotokopi KTP. Saya juga harus ke ATM ambil uang tunai. Dua hal itu, fotokopian KTP serta uang tunai, tak saya siapkan karena niat saya ke gerai, dengan pengandaian cukup tunjukkan KTP dan membayar tagihan secara nirtunai.

Salinan KTP dengan rupa mewah itu bisa saya dapatkan karena bantuan info dari seorang petugas kebersihan, “Nggak ada fotokopi di sini, Pak. Cetak aja di studio foto Pixel, di pojokan sono, udah buka.”

Mobil Samsat Keliling di Cyber Park Bekasi

Singkat cerita urusan di mobil keliling lebih cepat, tak ada pengantre, justru ketika Mal Metropolitan belum buka — ternyata mal buka pukul sebelas.

Birokrasi doyan kertas

Lalu apa masalah saya? Tidak ada. Saya membayangkan masalah kantor-kantor pemerintah: harus menimbun kertas fotokopian aneka berkas.

Pada tahap selanjutnya, hal itu akan menjadi masalah publik, termasuk saya, jika dan hanya jika penyiangan dokumen dilakukan tanpa saksama. Sekian jenis data pribadi, dari KTP sampai BPKB, bahkan sertifikat tanah dan IMB untuk urusan lain, atau malah berikut gambar teknis arsitektural, berada di tangan yang tak berhak memanfaatkan.

Layanan berbasis teknologi digital mestinya tak butuh aneka fotokopian. Setiap dokumen memiliki identitas. Hanya jika muncul masalah, dokumen asli harus diperlihatkan.

Menyimpan berbagai berkas kertas butuh majemen. Tanpa pengelolaan, namanya baru penimbunan. Selalu mudah menambahkan dokumen baru namun akan selalu kesulitan untuk mencarinya — apalagi menyusun data dari timbunan berkas, misalnya berapa jumlah terakhir dokumen campuran hari ini.

Kantor pemerintah berjendela banyak

Lamunan saya terdampar di album ingatan potret bangunan kantor kelurahan dan kantor kecamatan model lawas. Banyak jendela kaca di sana namun ada saja yang tertutup lemari dan rak.

Perancang bangunan abai bahwa lemari dokumen model lama, tanpa rel, membutuhkan dinding tanpa lubang, tanpa jendela kaca di sekujur tembok bangunan.

Buat apa bikin jendela kaca kalau hanya akan ditutupi rak dan lemari penampung kertas?

Akan bertambah masalah jika kebanjiran.

6 thoughts on “Terus, nasib fotokopi KTP itu jadi apa?

  1. oh, di Jerman masih doyan kertas kok, paman untuk urusan birokrasi dan administrasi.

    soal infrastruktur sebenarnya sudah ada, tapi sepertinya belum siap. kartu penduduk saya sudah dilengkapi chip, bahkan ada PIN jika nanti saya mengurus sesuatu, saya tinggal tempel kartu ke mesin, masukkan PIN, data tersinkronisasi lengkap dengan perlindungan GDPR dan hanya memberikan data yang diperlukan dari identitas saya.

    bahkan ada aplikasi di ponsel yang membutuhkan NFC untuk membaca data kartu, saat misalnya mendaftar layanan di situs yang mendukung data kependudukan.

    namun saat saya mencoba membaca data kartu penduduk saya, ternyata kartu saya tidak aktif untuk layanan ini, dan harus “mengajukan aktivasi” ke kantor kependudukan, dengan tentu saja, mengajukan permintaan dalam bentuk surat.

    istri saya saat hendak dimasukkan ke grup WA sekolahnya untuk berbagi tugas oleh gurunya saat awal-awal pandemi di mana kegiatan sekolah dipindah ke rumah, diminta menandatangani surat kertas yang menyatakan secara sadar istri saya bersedia dimasukkan ke grup WA yang menggunakan nomor ponsel dan datang ke sekolah.

    di satu sisi, Jerman masih ngeri dengan keamanan data yamg bisa tersiar ke pihak yang tidak berkepentingan, tapi di satu sisi, repot juga.

      1. sepertinya begitu. di kantor saya ada semacam tempat sampah kertas besar yang ada shredded machine terintegrasi. ada perusahaan pihak ketiga yang rutin mengambil tempat sampah ini, lalu menggantinya. kemungkinan besar kertasnya akan didaur ulang.

        kalo merasa dokumennya cukup penting dan akan dibuang, memasukkan ke tempat sampah itu sudah pasti akan hancur.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *