Setengah abad perjalanan Prambors, dari pandangan wong ndeso.
↻ Lama baca 2 menit ↬

Band Belanda Ekseption yang logonya pernah dipakai Prambors

Pekan lalu Radio Prambors genap setengah abad. Saya membayangkan ada tiga generasi pendengar tapi tidak menyetel radio bareng. Pertama, generasi pendiri Prambors masa perintis. Kedua, generasi anak-anak pendiri. Ketiga, para cucu pendiri — tapi maaf ini cuma membayangkan, bisa saja sebagai remaja mereka mendengarkan stasiun lain, itu pun kalau masih menyimak siaran radio.

Bagaimana perjalanan Prambors sudah banyak dibahas. Namun bagi saya, sebagai orang kota kecil di Jawa Tengah, Prambors saya dengar langsung ketika bekerja di Jakarta. Itu pun tak sering karena saat masuk Jakarta saya sudah terlalu tua menjadi penggemar Prambors, saya lebih memilih Trijaya waktu itu.

Tentu dulu sebagai bocah ndeso, Prambors hanya saya ketahui dari iklan di majalah Aktuil, berita, dan kaset Prambors Hits serta Prambors Disco. Prambors di Salatiga kadang dieja sebagai “pram-bos”, serupa lidah Jawa menyebut frambozen.

Kaset Prambors Hits dari Pramaqua

Bagaimana isi siaran saya tak tahu karena saat itu Prambors belum menjadi jaringan sampai daerah. Streaming juga belum ada. Rekaman siaran radio, saya dengar di Yogya, sebagai ucapan ulang tahun untuk Radio Unisi, tahun 1980-an. Isinya berat: obrolan filsafat. Sesuatu itu ada secara otonom ataukah karena diamati. Cendekia nian, dulu saya membatin.

Maka bagi saya sebagai anak daerah, Prambors adalah sesuatu yang sayup-sayup. Tahu sedikit dan lebih banyak tak mengerti. Namun saya ingat, pada 1978, memperingati 50 tahun Sumpah Pemuda, Kompas memilih lima kelompok pemuda unggulan, salah satunya Prambors. Saat itu istilah komunitas belum jamak.

Pilihan Kompas waktu itu adalah Dian Desa (LSM di Yogyakarta), Grup Pecinta Lagu Unpad (Bandung), Prambors (Jakarta), dan dua lagi saya lupa — tolong Anda koreksi, kalau saya tak salah ingat juga termasuk kelompok pecinta alam Wanadri (Bandung).

Band Belanda Ekseption yang logonya pernah dipakai Prambors

Tak banyak yang saya tahu dari Prambors kecuali satu hal sejak saya SD: logo Prambors menjiplak band Belanda Ekseption. Gambar lineart ala generasi bunga, cewek mendongakkan kepala sehingga lubang hidung mancungnya tampak. Bisa dimaklumi, Prambors tumbuh pada masa jaya majalah musik Belanda di Indonesia, yakni Muziek Expres dan Popfoto — entah berapa banyak pemuda pemudi urban kelas menengah yang saat itu bisa berbahasa Belanda sefasih orangtuanya.

Ihwal Ekseption pun selalu diakui Prambors, begitu pula modifikasinya. Prambors jujur terhadap sejarah dirinya. Serupa slogan mereka tahun 1970-an: mumpung masih muda kita harus gesit, kreatif, dan jujur.

CD LCLR Prambors Dasa Tembang Tercantik

Kreatif? Salah satunya adalah Lomba Cipta Lagu Remaja (LCLR) dengan hasil serial Dasa Tembang Tercantik. Peserta dari seluruh Indonesia cukup mengirimkan rekaman gubahan lagu melalui kaset. Sulit saya membayangkan kualitas audionya karena saat itu bedroom recording belum maju, maklumlah belum ada komputer, dan studio kecil rekaman hanya ada di stasiun radio — itu pun yang bagus milik RRI daerah karena ada bantuan luar negeri.

Nyatanya juri bisa memilih. Lalu Yockie Suryoprayoga menjadi penata musik, dan sejarah musik Indonesia pun mencatatnya.

Buku tentang Prambors

Pada 2001, saat Prambors berultah ke-30, terbitlah buku seukuran sampul piringan hitam: Tempat Anak Muda Mangkal, berwarna, setebal 92 halaman, dengan editor Eddy Suhardy. Beruntunglah jika Anda memiliki buku itu.

Buku tentang Prambors

Prambors dan payungnya, Masima, terus bergerak. Mereka juga sempat punya stasiun radio Borneo untuk siaran satelit Worldspace. Harus pakai receiver khusus, beruntung saya sempat menikmatinya, awal 2000-an. Sungguh sebuah kepeloporan, namun sayang pasar tak mendukung.

Buku tentang Prambors

Akhir 1990-an Prambors memiliki toko daring Radioclick. Pengalaman belanja daring saya sebelum ada Lipposhop ya dengan Radioclick. Sebelumnya memang ada Sanur Bookshop namun saya baru sekali beli di sana.

Buku tentang Prambors

Prambors adalah salah satu tonggak perjalanan kaum urban Indonesia terutama musik dan gaya hidup kaum belia, setidaknya pada pada suatu era. Label Pramaqua, yang menelurkan album Jurang Pemisah (Yockie, 1977) dan album pertama God Bless, Huma di Atas Bukit (1976), adalah kongsi Prambors dan Aquarius.

Adapun film Catatan si Boy diangkat dari pembacaan cerita di Prambors. Cerita tentang cowok dari keluarga kaya Jakarta tahun 1980-an yang ingat salat, di mobilnya ada tasbih. Majalah Tempo pun mengangkatnya sebagai laporan utama.

Produk Prambors Aquarius, God Bless dan Jurang Pemisah

Selamat ulang tahun, radio urban yang memperkenalkan kosakata “kawula muda”.

¬ Foto-foto sampul vinyl dan kaset: Progarchives.com, Top40.nl, dan Bukalapak.com

4 thoughts on “50 tahun Prambors, dari kakek sampai cucu

  1. Tumben tulisan kali ini cukup panjang man? (^^)
    Tapi aku baru tahu juga kalau Prambors punya sejarah sepanjang ini lewat tulisan paman.
    Dan sampai pagi inipun aku masih mendengarkan siaran pagi mereka sambil mencuci mobil.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *