Peperless belum sepenuhnya menguasai kehidupan kita, maka kios fotokopi dan cetak inkjet di perumahan pun masih laku.
↻ Lama baca 2 menit ↬

Jasa fotokopi dan cetak dokumen masih dibutuhkan di perumahan

Masih hujan, tapi malam ini saya dan istri tetap berangkat ke kios fotokopi satu-satunya di kompleks kami, yang baru tutup pukul sepuluh karena laris. Apa boleh buat, sejumlah urusan istri saya besok pagi masih membutuhkan kertas.

Kios itu tak punya mesin fotokopi berwarna. Tapi untuk penggandaan dokumen berwarna, si juragan kios memanfaatkan pemindai dan printer inkjet.

Saya tiga hari lalu juga ke kios yang semakin komplet itu, karena tak hanya karena menjual ATK, lalu berkas PDF di ponsel saya kirim ke komputer kios via Bluetooth untuk dicetak. Itu dokumen kontrak, setelah ditera meterai lalu saya kirim via Gosend sejauh 28 km.

Jasa fotokopi dan cetak dokumen masih dibutuhkan di perumahan

Sudah sepuluh tahun lebih saya tak punya printer inkjet maupun laser di rumah. Begitu alat rewel langsung saya pensiunkan.

Saya sadar, dan setuju, kertas semakin tak dibutuhkan. Belasan tahun silam, ketika masih memimpin sebuah unit kerja, saya menerapkan dokumen internal dalam PDF. Banyak kertas hanya menyesakkan meja kantor tapi tak semua orang telaten memakai paper shredder — alat yang juga sempat saya miliki di rumah.

Sekarang tahun 2021. Setiap Sabtu malam ada saja orang yang memfotokopi buku nyanyian dan lainnya untuk liturgi gereja esok paginya. Mereka tampaknya dari gereja yang berbeda karena bahan yang mereka fotokopi berlainan. Memang, tak semua anggota jemaat memiliki maupun terbiasa dengan konten digital dalam ponsel dan tablet mereka, dari Alkitab sampai lagu gerejawi.

Jasa fotokopi dan cetak dokumen masih dibutuhkan di perumahan

Sudah sekian bulan ini anak sekolah belajar secara daring. Ketika mereka masih belajar dalam kelas, fotokopi adalah rutinitas penguras biaya. Selama pandemi tampaknya tak banyak anak sekolah ke kios fotokopi termasuk untuk mencetak apa saja.

Kertas. Semua masih butuh. Bahkan pengurus RT di sebuah kompleks masih minta kertas bukti pelunasan PBB padahal si warga membayar dari ponsel via Tokopedia. Bukti digital di ponsel dianggap kurang sahih. Padahal petugas dispenda yang mendatangi balai RW untuk membuka loket hanya berurusan dengan warga yang belum melunasi PBB. Mereka pasti tahu, sistem di kantornya mencatat siapa yang sudah membayar.

Kertas selalu dibutuhkan. Dalam kasus Mbakyu Sayur, sehingga saya harus mengoperasikan printer kasir saya, itu adalah soal apa boleh buat. Ponsel si penjual sayur keliling masih ponsel biasa, tak dapat menerima tangkapan layar bukti transfer.

Begitulah, ribuan tahun peradaban manusia terbangun dari kertas, atau media pendahulunya, dari daun dan kulit pohon sampai kulit kambing. Tanpa media penyimpan tulisan, otak manusia akan kelelahan padahal pengandalan tradisi lisan sangat rentan terhadap kepunahan, antara lain karena penuturnya tamat riwayat. Mereka yang menjalani hidup tanpa aksara sama sekali, karena tak memiliki aksara, sungguh pahit, kadang digolongkan sebagai prasejarah.

Kini, apakah Anda masih punya notes atau setidaknya nota tempel semacam Post-it? Saya masih punya keduanya. Ya, saya belum sepenuhnya berkultur digital.

Yang pasti tulisan tangan saya semakin dan kian buruk. Komputer dan ponsel telah dan sedang menepikan kemampuan jari saya untuk menulis. Tanda tangan saya pun cenderung tak konsisten.

Jasa fotokopi dan cetak dokumen masih dibutuhkan di perumahan

8 thoughts on “Kita masih jauh dari nirkertas

  1. Tidak semua bisa dan harus digantikan menurutku.
    Di dunia kerja, sticky note itu udah kayak apa borosnya. Tiap design workshop selalu pake sticky note banyak banget. Tiap mau bikin reminder pake sticky note juga padahal udah pake reminder dari tool yang disediakan kantor. Bahkan waktu masih belum WFH, tiap mau ke toilet atau lunch, ninggalin sticky note di atas meja “Back in 5 min!” padahal ya gak perlu juga sih karena ketika orang tahu aku gak di situ, mereka ya tau aku gak di situ tanpa harus membaca pesan di sticky note.

  2. saya beberapa waktu lalu beli printer multifungsi, paman. karena butuh. dulu sata masih ngantor, saya sering pinjam printer dan scanner kantor yang terkoneksi ke jaringan saat butuh memindai dan menyetak.

    di Jerman, kertas masih banyak dipakai. formulir secara digital? tidak kenal. konfirmasi dokumen, nanti akan dikirim ke kotak surat. saat masih komuter, beberapa kali saya melihat orang di kereta membuka berkas, membaca dan memeriksa saat berada di kereta. biasanya mereka berurusan dengan lembaga entah apa..

    kenapa ngga ke kounter fotokopi? oh, tidak semua area ada toko bertulis “auf druck” (saya baru ngerti istilah afdruk berasal dari kata ini)..

    saat di Jakarta, saya juga sering ke warung atau percetakan semacam ini yang ada di kompleks. saya sempat update dengan perkembangan printer dan mesin fotokopi yang ia gunakan. dari cuma satu, sampai terakhir saya ke sana, sudah punya beberapa printer inkjet yang menggunakan tinta infus..

      1. iya paman. beberapa kata dalam bahasa Belanda memang mirip, bahkan ada yang sama..

        sepertinya karena Jerman ini masih sangat kaku dan konvensional saja.. maklum, piramida penduduknya hampir piramida terbalik.. banyak orang tuanya..

        btw, saya beberapa waktu lalu kaget melihat ada yang membuang printer, dengan model yang mirip dengan printer yang saya beli..

        kesalahannya, orang ini membuang tidak pada tempatnya..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *