Bakso yang diedarkan dengan sepeda torpedo lawas

Cara pakai kompor minyak tanah gaya kemping abad lalu, tanpa sumbu, tanpa pompa, ternyata masih ada yang melakukan.

▒ Lama baca < 1 menit

Tukang bakso dengan sepeda torpedo jadul

Setidaknya ada tiga hal lawas jika menyangkut Mas Edi, penjual bakso keliling yang satu porsi dia hargai Rp10.000. Pertama, dia pakai sepeda jadul model torpedo, pengereman dilakukan dengan menggenjot pedal ke belakang.

Kedua, dia masih menggunakan minyak tanah — bukan elpiji melon — yang dia beli Rp17.000 per liter. Seliter bisa untuk tiga hari berkeliling.

Kompor minyak tanah tanpa sumbu, tanpa pompa, seperti camping abad lalu

Kompor minyak tanah tanpa sumbu, tanpa pompa, seperti camping abad lalu

Ketiga, dia menggunakan kompor pompa dengan cara anak berkemah abad lalu: memanfaatkan gravitasi dan aliran dalam selang dari botol minyak agar jadi kabut untuk dibakar di tungku. Mirip cara kerja lampu Petromax dan kompor tabung bising yang harus dipompa.

Tukang bakso dengan sepeda torpedo jadul

Dia tak tahu umur sepedanya. Dia hanya tahu, di Bekasi sulit mencari suku cadang. Bahkan karet pentil ban sepeda pun harus dia beli saat mudik ke Nganjuk, Jatim, sekalian memborong banyak.

Kentongan kotak kecil untuk menjajakan bakso

Mas Edi hanya ingat usia kentongan kotak mini, berbahan kayu nangka, itu sudah 15 tahun. Sambil mengayuh sepeda dia dia pukulkan stik bambu sebagai penanda jualannya. Tik tok tik tok.

Kentongan kotak kecil untuk menjajakan bakso

Berapa jauh bersepeda untuk berjualan dia tak pernah menghitung. Tapi mendengar keterangan rutenya saya memperkirakan tujuh kilometer lebih. Kalau semua jalan di kompleks saya dia kitari setidaknya menghabiskan jarak tiga kilometer.

Tukang bakso dengan sepeda torpedo jadul

Untuk mencegah sepeda tak ambruk, dan agar jualan tak tumpah saat dia berhenti untuk meladeni pembeli, dia memasang dua pengaman. Pertama, rem berupa besi berbentuk U. Kedua, cagak kayu sebagai penyangga.

Tukang bakso dengan sepeda torpedo jadul

“Suka dimainin anak-anak kalo lagi brenti. Lha repot kalo pit ambruk,” dia berujar.

Untuk melindungi sadel dari hujan, dia membungkusnya dengan tas keresek. Adapun payung dia pasang di bagian belakang kotak dagangan, ada dudukan di sana, di antara tulisan “bakso” dan “malang”. Tentu dipakai hanya saat berhenti. Kalau hujan deras, angin kencang, ya berteduh.

Tukang bakso dengan sepeda torpedo jadul

Sudah likuran tahun dia berjualan bakso. Soal pendapatan, katanya, alhamdulillah cukup. “Saya bisa punya rumah dekat Pak Lurah Jatirahayu, ke arah Pasar Kecapi sana,” dia berkisah.

Lokasi yang dia maksudkan ada di Kecamatan Pondokmelati, Bekasi, Jabar.

Tukang bakso dengan sepeda torpedo jadul

2 Comments

devie Jumat 4 Desember 2020 ~ 23.01 Reply

weee… ngepit. mbois Cacaknya. daerah mana kelilingnya dia, Paman? dari Bekasi ke Jakarta?

Pemilik Blog Sabtu 5 Desember 2020 ~ 15.36 Reply

Cuma di kawasan Jatiwarna dan Jatirahayu, Pondokmelati, Bekasi

Tinggalkan Balasan