Konon kreativitas itu mahal. Tapi hari gini kan banyak contoh di internet. Tak seperti dulu, era kertas, jelajah mata sangat terbatas.
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Papan informasi buatan warga lebih nyeni ketimbang bikinan pemprov DKI

Kadang informasi dalam font seragam pada layar elektronik kios pulsa, apalagi teksnya tak berlari, itu membosankan. Nah, cara kampung ini bagi saya nyeni karena masih percaya kepada tulisan tangan. Soal pemutakhiran data tinggal menghapus tulisan spidol pada whiteboard.

Tata letak huruf tulisan pada papan ini mengenal prioritas. Ada yang menjadi semacam headline. Jadi, si pembuat tak menggambar tabel seperti gaya Pemprov DKI Jakarta.

Papan informasi Covid-19 DKI di pinggir jalan

Konon kreativitas itu mahal. Tapi hari gini kan banyak contoh di internet. Tak seperti dulu, era kertas, jelajah mata sangat terbatas. Sekarang warga, katakanlah, di Kampung Pengilon, Salatiga, Jateng, punya akses yang sama dengan warga Nu Yok, Amrik, maupun warga Taumata-whaka-tangihangako-auauotamateat-uripukakapiki-maungahoronukupo-kaiwhenua-kitanatahu, alias Taumata Hill, di North Island, Selandia Baru.

Maaf nama kota saya penggal,dan sangat mungkin salah, padahal hal ini menyalahi prinsip penulisan nama orang, tempat, dan lembaga. Saya tidak tahu bagaimana para editor dan desainer grafis menyiasati nama kota ini terutama jika lebar kolom body text terbatas.

¬ Foto papan info Covid-19 DKI: CNBC Indonesia

3 thoughts on “Bukan baliho, tanpa izin, tak bayar pajak, tapi berfaedah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *