Menghadapi telemarketer

Mereka mencari nafkah. Kadang dengan latar tangis bayi. Kalau mereka gigih dan memaksa bagaimana?

▒ Lama baca 2 menit

Saya tak tahu perasaan mereka, para pemasar produk via telepon, ketika tahu bagaimana dirinya dinamai dan masuk daftar komunal penolak spammer. Saya baru tahu akun Lawan Covid-19 dimasukkan ke senarai penyampah padahal bukan telemarketer.

Mereka mencari nafkah. Seperti umumnya pelaku pekerjaan lain, ada yang menyenangkan dan meyakinkan, ada pula yang hanya bikin kesal.

Mereka mencari nafkah. Pernah di kedai kopi saya melihat seorang perempuan di sebelah meja dengan dua ponsel sibuk menelepon ke sana-sini, dari nada sapaannya saya menduga dia mengontak orang yang belum dia kenal, kemudian dia menawarkan produk lembaga keuangan.

Mereka mencari nafkah. Lebih dari sekali saya menerima telepon dari agen KTA dan keanggotaan ini-itu, dengan latar suara bocah, bahkan tangis bayi, di seberang telepon. Para penelepon itu kebetulan perempuan.

Mereka mencari nafkah. Bisa pria maupun perempuan. Gaya komunikasi mereka pun beragam. Ada yang ber-saya, ada yang ber-aku. Ada pula seorang perempuan yang ber-aku, gigih menawarkan cara berinvestasi, yang setelah saya tolak terus lalu menyapa saya Oom Ganteng, lantas juga Oom Keren, dan akhirnya “Oom yang bikin penasaran”, minta bertemu. Belum-belum sudah mengalirkan fiksi. Padahal fakta saya jauh dari itu.

Akan tetapi kalau dia menyajikan fakta dalam sapaan, yakni Oom Botak Jelek, itu namanya penghinaan. Fakta adalah satu hal, dan penghinaan adalah perkara lain.

Mereka mencari nafkah. Sebisanya saya berusaha menanggapi secara sopan, disertai awalan minta maaf. Sebagian besar akan mundur.

Kalau sudah terlalu, ngotot, bernada memaksa, mereka akan saya tolak dengan beragam jurus. Misalnya…

  • “Gini Mbak ya, saya tuh kerja di Bank Anu.”
  • “Ah sudahlah, saya kan kerja di grup Hotel Anu.”
  • “Kalo credit card yang itu saya sudah punya.”
  • “Mas, maaf lho ya. Sesama telemarketer mestinya nggak saling memprospek.”
  • “Sebentar. Gantian saya yang ngomong dong, jangan Anda terus. Maaf Mbak, omongan saya memang sering kurang jelas. Itu kekurangan saya dalam artikulasi. Tadi saya bilang nomor ini sekarang atas nama saya, bukan lagi atas nama Pak Siapa tadi…”
  • “Wah Anda keliru, ini saya cuma megang hape bos saya, dia lagi di toilet, diare parah, lalu dititipin sama saya.”
  • “Sayang sekali, nama belakang saya Margasatwa, kalau nama depan bener banget seperti yang Anda bilang. Anda keliru orang.”

Mereka mencari nafkah. Ada saja telemarketer pria, biasanya menawarkan peluang investasi, yang sangat gigih. Kalau perlu dengan mengiba-iba.”Jadi gimana dong, Bapak. Kasih kesempatan Bambang buat ketemu sepuluh menit aja buat presentasi, bisa di kantor Bapak, atau di mana saja, Bambang sih ngikut aja. Bisa ya, Pak? Tolong Bambang dong…”

Sudah ditolak masih saja merangsek. Jawaban saya lunak, “Oke, Senin minggu depan ya. Di kantor saya. ”

“Alamatnya, Pak?”

“Jalan Ahmad Yani 234, Wailiang, Blbblblblb…”

Kebetulan di depan saya ada kertas bertuliskan daftar alamat. Sengaja saya menyebut kota dengan tidak jelas.

“Di mana Pak? Jakarta Pusat, timur atau mana?”

“Di Waikabubak. Masa sih Anda nggak tahu?”

“Oh sekitar Ciputat ya, Pak?”

“Husss. Bukan. Di Sumba.”

“Apa? Sumba?”

Mereka memang mencari nafkah. Sukses dalam karier bisnis konon terasah di pemasaran, penuh bantingan, suatu hal yang saya tidak mampu.

Nama kota dalam kasus mirip yang terakhir saya contohkan bisa juga Mamuju, Tanjung Selor, Masohi atau apalah, spontan saja.

Kalau saya sedang kumat iseng, rekaman telemarketer memaksa itu saya bagikan ke teman.

Mereka memang mencari nafkah.

Maaf ya Mas dan Mbak, tapi jangan memaksa.

¬ Update: Seorang kawan bijak memberi saran dewasa, lebih baik jangan diangkat karena mereka mencari nafkah. Suwun.

2 Comments

Zam Minggu 22 November 2020 ~ 21.14 Reply

saya pernah, pagi-pagi ada telepon masuk bernomor 021.. karena masih ngantuk, saya angkat.. ternyata telemarketing.. lalu segera saya tolak saat dia menanyakan apakah mengganggu, saya bilang , “ya saya terganggu.. tidak perlu menelepon lagi, saya tidak tertarik..” kemudian saya baru sadar.. telepon tadi adalah roaming internasional.. pulsa saya langsung kesedot habis sekitar 50 ribu lebih dalam percakapan sekitar 5 menit.. 😩💸

Tinggalkan Balasan