Ternyata memang ada pemilik warung yang menuangkan nasi dua takaran ke dalam bungkus.
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Porsi nasi padang kalau dibawa pulang lebih banyak? Warung padang Dangau Jalan Kodau Bekasi

Begitu bel sepeda saya bunyikan, anak saya nongol dari balik pintu, “Nasinya habis, Pak. Kalo Bapak malam ini mau makan harus beli nasi.”

Oke, saya putar arah. Mencari warung padang, sejauh satu kilometer. Tapi warung langganan tutup. Saya cari warung berikutnya, satu kilometer juga. Untunglah masih buka.

Betulkah nasi padang yang dibawa pulang akan lebih banyak porsinya? Selama ini saya kalau menitip selalu bilang nasinya separuh saja.

Di warung padang lain saya mengamati nasi yang dibungkus tetap satu takaran. Tapi sesampainya di meja makan, nasi jadi banyak. Mungkin karena ambyar. Saya pernah menanya uda yang berbeda, termasuk Uda Jawa*, jawabannya porsi nasi tak ditambah.

Beberapa teman saya yakin, porsi nasi ditambah. Tapi debat kecil tak pernah dibuktikan dengan timbangan.

Akhirnya tadi saya membuktikannya. Ke dalam kertas bungkus itu memang si uda menuangkan nasi dua kali. Dia hanya mengiyakan seraya tertawa kecil waktu saya menanya, “Oh benar ya, kalo dibawa pulang nasinya jadi dobel?”

“Nggak rugi?”

Dia hanya tertawa kecil. Saya menduga dia hanya menganggap rugi kalau pembeli ingin rendang dapat dua tapi bayarnya satu. Pembeli yang malam itu lelah setelah mengayuh sepeda sepuluh kilometer kurang seratus meter.

*) Di Jakarta sejumlah warung padang dioperasikan, bahkan ada yang dimiliki, oleh orang Jawa berdialek ngapak Banyumas, bukan orang Minang

5 thoughts on “Porsi nasi padang kalau dibawa pulang lebih banyak?

  1. Dulu di Jogja juga pernah populer istilah Rumah Makan Padang Jawa. Masakannya a la Padang, tapi yang jualan Mas-mas dari Gunungkidul. Bahkan sampai di titik tertentu, hidangan di rumah makan Padang Jawa ini bumbunya lebih ditolerir sehingga bisa lebih akrab diterima lidah warga setempat yang cenderung lebih suka manis.

    1. Betul. Maka rendang jadi kurang asin. Bahkan warung padang di Demangan, milik uda dan uni dari Padang Pariaman, meski tetap berasa Minang sudah menyesuaikan diri dengan lidah Yogya. Si uni selalu kram inggil dengan ibu saya karena sudah adaptif banget 😇

      Oh ya, di Demangan dulu ada warung makan Padang Jingglang 😁

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *