Ketika saya ketuk dengan ujung kuku, cangkang telur-bebek palsu (yang palsu telurnya, bukan bebeknya*) itu bunyi tik-tik ringan. Artinya bagian dalam kosong, tidak pejal.
Mas Jono, penjual jus, bilang harga sekantong jaring telur mainan Rp20.000. Isinya dua puluh lima butir. Dia tak membantah, pembelinya adalah anak-anak perempuan.
Besar kemungkinan anak-anak itu memanfaatkan telur palsu untuk dapur-dapuran atau pasar-pasaran. Artinya, anak-anak perempuan di kompleks saya dan kampung sekitar masih mengenal permainan peran gaya dolanan lawas. Homo ludens tak pernah usai.
Kalaupun melibatkan ponsel mungkin untuk memotret permainan dan menggunakan kalkulator untuk pasar-pasaran.
*) Bahasa Indonesia memang bisa merepotkan. Namun dalam kasus ini, kalau telurnya palsu pasti tak dihasilkan oleh bebek asli.
menarik bahwa mainan seperti ini masih laku dan ada pembeli.. karena tidak semua anak punya ponsel..
Mungkin juga punya ponsel tapi masih suka dolanan rumah-rumahan dan pasaran