Tak hanya di kota, di desa pun pekerjaan kian beragam, warga belum tentu bisa ikut kerja bakti. Solusi praktis nan efektif tentu ada.
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Peralatan kerja bakti ternyata murah

Saya sudah tidak punya cangkul maupun arit lagi. Terakhir beli 27 tahun lalu di Pasar Pondokgede, lantas tak sampai empat tahun kedua alat itu raib entah ke mana. Sekarang pun kalau hendak membeli malah berpikir, buat apa toh saya nggak punya halaman berumput maupun teh-tehan pagar.

Peralatan kerja bakti ternyata murah

Di sisi lain, misalnya ada undangan kerja bakti, saya tak punya alat pemantas diri sebagai kepala keluarga. Kalau sapu lidi tanpa gagang sih punya. Untunglah kerja bakti lebih sering berupa setiap orang membersihkan depan rumah masing-masing.

Oh, kerja bakti! Apakah masih relevan? Kalau semangat gotong royong jelas masih perlu, harus dirawat. Teman saya di sebuah kompleks bingung ketika diajak kerja bakti. Dia tak punya pacul maupun sabit. Tetangganya juga. Lalu dia minta saran.

Peralatan kerja bakti ternyata murah

Saya bagikan pengalaman di RT saya. Daripada para bapak masuk angin dan pegal linu membersihkan riol dengan hasil sekadarnya, akan lebih efektif kalau memanggil buruh Sindang*. Misalnya kas RT masih kurang ya patungan.

Gotong royong tetap berjalan. Suasana guyub tetap hidup. Para bapak dan ibu ngariung sambil ngeteh, ngopi, dan ngemil. Urusan saluran air ditangani ahli. Jatuhnya lebih murah.

×) Pekerja kasar dari Desa Sindanglaut, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Cirebon, Jabar

Foto-foto dari tangkapan layar Tokopedia, Bukalapak, dan Shopee

2 thoughts on “Anda masih ikut kerja bakti?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *