Bermain stempel

Bukan karena meniru Pak Lurah yang kerap main stempel tapi meniru bapak saya dan persewaan buku.

▒ Lama baca 2 menit

Stempel bergambar tulang ikan

Saya suka stempel tersebab tiga latar. Pertama, sejak kecil saya melihat buku-buku Bapak ditera cap ex-libris “perpustakaan pribadi dst…”, berikut alamat rumah di Yogyakarta. Itu stempel buatan medio 1950-an, saya belum lahir, digarap selayaknya mengukir, tanpa desain dari printout komputer.

Stempel ex-libris Nathanael Daldjoeni 1958

Kedua, sebagian buku Bapak berstempel toko buku. Stempel buku yang bagus, sejauh saya ingat, adalah TB Merbabu, Semarang. Dalam halaman judul Prancis berstempel itu juga tertera harga dalam tulisan pensil. Buku dan majalah milik persewaan buku juga berstempel; di Salatiga dulu persewaan Asarin, Sahabat, dan Nipah pakai stempel tapi paling lengkap Asarin di Krajan, pakai kalimat panjang soal hak milik.

Ketiga, saat saya kelas dua sampai empat SD, saya senang melihat tukang stempel, 200 meter dari rumah, sedang bekerja. Papan nama kiosnya: “Achli Stempel S. Jono”.

Di Salatiga, semua kantor pemerintah maupun partikelir memesan stempel ke Pak Jono (baca: Yono), Jalan Kalinongko. Hasil kerjanya, dengan mengukir potongan karet ban bertabur bedak pakai potongan silet dijepit bambu, sangatlah rapi.

Saya baru bisa memiliki stempel sendiri saat kuliah di Yogyakarta karena uang saku lebih banyak. Stempel itu bergambar gunungan wayang.

Stempel gunungan wayang bikinan kaki lima Malioboro Yogyakarta

Saya memesan stempel yang dikerjakan manual itu di trotoar Malioboro. Pagi pesan, senja jadi. Saya lupa ongkosnya, tapi jauh lebih murah daripada Djokja Klise, juga di Malioboro, yang menggunakan film dan timah untuk cetakan karet stempel. Setelah saya punya honorarium sebagai mahasiswa nyambi barulah saya mampu pesan ke tukang raster film negatif dan cetakan timah untuk letterpress itu.

Stempel Antyo untuk floppy disk 5,25 inci

Selama di Yogya saya punya lebih dari satu stempel, untuk gonta-ganti, antara lain menera disket 5,25 inci berisi primbon. Salah satu versi diprotes tukang stempel seberang bioskop Rahayu karena desain yang saya bawa, dengan font stensil, memuat huruf melorot. Dia berkehendak bikin betul itu desain. Saya menolak.

Setelah bekerja di Jakarta saya juga punya stempel untuk menera buku dan sampul kaset serta sampul CD. Juga di Jakarta saya punya stempel emboss, lebih dari satu. Stempel cap bergambar ikan — semuanya bertinta merah, karena waktu kecil saya terkesan cap enting-enting gepuk yang diterakan secara manual tanpa gagang. Stempel embos bergambar daun.

Stempel meniru kaleng kaca wadah kerupuk

Di Jakarta setiap berpindah tempat kerja saya berganti stempel. Untuk menandai buku yang saya beli di toko — dan kemudian memesan secara daring — lalu saya bawa ke kantor. Ada stempel yang terilhami oleh kaleng kerupuk berkaca dengan gambar ikan. Ada pula versi berupa ikan dalam kaleng sarden. Tapi sayang karetnya sudah mengeras, padahal ini stempel tanpa bantalan.

Stempel bergambar ikan sarden dalam kaleng

Saya punya tukang stempel favorit, Marka Mitra, di Jalan Hayam Wuruk, Jakarta, untuk karet maupun emboss. Karena tak setiap hari pesan stempel, saya tak dapat membedakan tempat usaha berjendela kaca gelap di blok ruko itu. Dua kali saya nyasar masuk tetangga tukang stempel. Blok itu berisi sejumlah panti pijat.

Stempel bergambar ikan bikinan Trodat

Selain di Marka, saya pesan stempel di TGA Senayan City. Hasil peneraan di kertas terbundel dipergoki Abang Edwin lalu dia cuitkan.

Stempel embos untuk buku dan sampul CD serta kartu ucapan

Stempel embos untuk buku dan sampul CD serta kartu ucapan

Stempel embos untuk buku dan sampul CD serta kartu ucapan

Salah satu stempel yang jelek, karena belobor, adalah stempel kecil berupa gantungan kunci. Saya memesannya di Toko Gramedia Yogya, saat pamit sebentar kepada adik saya yang mengantre cuci darah di RS Bethesda, untuk membeli pengecualian ponsel. Saat itu, September 2009, termasuk setelah tiba di rumah, adalah terakhir kali saya berjumpa adik saya. Selewat Natal dia berpulang.

Stempel berupa gantungan kunci

Foto stempel Nathanael Daldjoeni: Tiksna Pramudita

6 Comments

snydez Senin 22 Juni 2020 ~ 09.26 Reply

kaya’nya kemaren ga ada kolom komentar

*abuse

Pemilik Blog Senin 22 Juni 2020 ~ 11.01 Reply

Karena belajar dari Zam Matriphe.com 😁

Zam Sabtu 20 Juni 2020 ~ 18.07 Reply

menarik sekali soal stempel ini, paman.. terutama yang soal emboss.. saya baru tahu ada stempel model itu..

Abang Edwin SA Kamis 18 Juni 2020 ~ 14.56 Reply

Wah saya malah lupa kalau pernah mentuit kan sample stempel emboss nya paman….hehehe

Pemilik Blog Senin 22 Juni 2020 ~ 11.03 Reply

Bukan stempel emboss tapi stempel karet 😁

Tinggalkan Balasan