Kotak kardus ini agak penyok karena perjalanan Yogyakarta-Bekasi, kebetulan dibawa oleh Pos Indonesia, bukan logistik partikelir, memuat nama arkais: Pabrik Tulisan. Rasanya mengingatkan sebagian orang kepada penerbit indie medio 1970-an di Kota Gudeg.
Ada dua buku. Atau bisa disebut satu buku 304 (plus xvi) halaman dan satu buklet sekitar 40 halaman. Buku bersampul hijau pupus, Affair: Obrolan Urban, berisi bunga rampai tulisan Seno Gumira Ajidarma (SGA), sebagian dari arsip majalah Djakarta!-nya Daniel Ziv yang bikin film Jalanan itu.
Adapun buklet berhias bungkus wingko babat – konon aslinya dari Babat, Lamongan, Jatim, tapi yang dapat nama Semarang, Jateng – adalah naskah pidato kebudayaan SGA di Dewan Kesenian Jakarta, di TIM November, 2019. Pidato dia, dalam paparan pentas maupun naskah, beda dari gaya, misalnya, Nirwan Ahmad Arsuka maupun Premana W. Premadi. Naskah dan ilustrasi pendukung pidato SGA agak ugal-ugalan dan kadang cengengesan.
Tulisan SGA, sebagai kolom, tampaknya ringan, padahal bisa bikin pusing. Dia menganggap mayoritas pembaca punya cakupan rujukan yang (hampir) serupa dirinya. Tapi atas nama etika dan adab cendekia dalam penulisan, dalam mengutip seharusnya menyebut sumber, kan? Untuk saya, nama Barthes yang fotonya sedang merokok maupun nama mirip tapi cara bacanya beda, yakni Barthez, yang kepalanya botak bak bola, adalah hal asing. Karena saya tak mengunyah bacaan berat dan tak paham sepak bola.
Ah, tapi jangan khawatir, banyak kok tulisan SGA yang ringan renyah. Atau bisa diperlakukan sebagai bacaan ringan tanpa kerut kening. Seperti orang ngeblog tapi lebih serius. Misalnya perjalanan ke Rangkasbitung dengan KRL. Di situ dia mengaku sering hanya memenuhi undangan yang ada bandaranya. Baiklah, naik kereta api dari Gambir, Jakarta, ke Purwokerto, Jateng, sama lamanya dengan naik kapal terbang ke Hong Kong.
Posting ini bukan resensi buku. Maka saya tak membedah isi. Sama seperti dulu, ketika masih aktif ngeblog (periode pertama), saya tak membahas buku Kentut Kosmopolitan. Saya tak membahas karena alasan lain: yang merancang sampul dan membuat pola tata letak halaman dalam adalah saya, atas permintaan SGA.
Saya lebih tertarik membahas hal lain dari produk Pabrik Tulisan. Ini set boks yang menarik. Ada buku, kaus, tas kantong, kartu pos, pin, dan tas plastik bening (entah kenapa tak ada topi, apa karena SGA gondrong sehingga tak butuh peneduh kepala?) sebagai paket artefak. Soal tas plastik sebagai wakil seni pop industrial seperti menantang orang di zaman diet plastik: mau disimpan atau menjadi sampah yang sulit diurai oleh alam?
Kemasan fisik – dari piringan hitam, kaset, CD, DVD, sampai buku – menjadi bertambah nilainya karena pemiliknya merasa ini barang yang dirancang khusus untuk mereka justru karena media digital makin meruyak. Kini, bagi sebagian orang, adalah masa yang menyenangkan karena bisa menghemat rak untuk rekaman musik, video, dan barang cetakan.