Di kedai D’7ujuan, rest area jalan tol Cikampek – Jakarta, telepon abad lalu bersanding dengan stoples kaca yang berat.
Sampai medio 1990-an saya masih melihat telepon putar macam itu di perkantoran Jakarta. Ya, pengguna harus memutar piringan, bukan memencet tombol angka.
Itulah masa ketika tak semua pesawat telepon bisa berkomuniksi secara tonal dengan seberang, “Tekan satu untuk layanan berbahasa Indonesia…”