↻ Lama baca < 1 menit ↬

Pada suatu Rabu malam saya melintas di depan pos satpam pasar luas tanpa atap. Sudah ada kegiatan untuk menyambut Kamis, hari pasar tasik selain Senin.

Saya terkesan oleh jejeran maneken telanjang. Ada yang utuh sepenuh raga, ada yang torso. Sebelum fajar mereka akan memakai baju rapat dan jilbab sebagai peraga dagangan.

Saya membatin, lukisan dan patung telanjang di ruang publik – bahkan pernah di pameran – ada yang menentang, tapi tidak untuk maneken telanjang di Tanahabang. Kenapa ya?

Bahkan pada saat ramai orang, siang hari, pun maneken bugil tetap tegak dan tak ada yang peduli.