Jangan jadikan kami pencipta, seperti gajah yang baik hati, diaba cemeti lantas menari, diacung jari lalu berlari
↻ Lama baca 2 menit ↬
 Antyo® / Beritagar.id

Akan kumiliki hari-hari indah ini
Kan kucipta dari ragaku
Jangan sentuh kulit rasa musikku…

Jangan jadikan kami pencipta
Seperti gajah yang baik hati
Diaba cemeti lantas menari
Diacung jari lalu berlari

Lirik lagu yang aneh untuk zamannya, Indonesia pada 1979, ketika industri musik belum terlalu berwarna, dua tahun setelah terbitnya album Badai Pasti Berlalu.

Lagu yang dibawakan Chrisye dalam Musik Saya Adalah Saya itu mendambakan kebebasan bermusik. Sama seperti kemauan sang komposer, Yockie Suryo Prayogo, yang pagi tadi (5/2/2018) meninggal dalam usia 64 tahun di RSPI Bintaro Jaya, Tangerang Selatan, Banten.

Keras kepala

Yockie, oleh seorang sahabatnya, pemusik dan politikus Erros Djarot, disebut dengan hormat sebagai orang keras kepala. Erros (dulu: Eros) melontarkannya dalam konser Pagelaran Sang Bahaduri, di Jakarta (24/1/2018), untuk menggalang dana perawatan Yockie.

Memang banyak cerita tentang Yockie. Termasuk kritik terhadapnya, misalnya pengaruh Genesis, Procol Harum, hingga Gentle Giant dalam album-album awalnya.

Perihal comotan dari “Firth of Fifth” (Genesis, Selling England by the Pound, 1973), oleh gitar Ian Antono dalam “Huma di Atas Bukit” (God Bless, self-titled, 1974), Yockie menulis dalam blognya itu bukan kemauan dia.

“Saya tidak tau, saya tidak pernah mendengar sebelumnya komposisi nada tersebut karena dijaman itu tidak ada video tidak ada tv informasi dunia dan tidak ada kasetnya yang beredar di-masyarakat kita. Selebihnya saya pasrah saja…” (JSOP.net, 28/11/2007)

Almarhum Chrisye, dalam Chrisye: Sebuah Memoar Musikal (Alberthiene Endah, 2007), mengenang album Jurang Pemisah sebagai buah semangat Yockie dalam ber-art rock dan hal itu membuat Chrisye kagok.

Kata Chrisye, “Yockie berkali-kali mengatakan, ia akan bereksperimen habis-habisan untuk menonjolkan karakter suara saya.”

Mercy’s dan SBY

Ada banyak warna dalam perjalanan karier musik Yockie. Ia pernah mengisi kibor untuk rekaman The Mercy’s, bukan dengan Farfisa melainkan Hammond B3, misalnya dalam Volume XI (Denny Sakrie, 18/11/2014).

Yockie pun pernah menerima tawaran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengaransmen lagu-lagu sang presiden, dalam Evolusi .

Tentang gubahan SBY,ia mengutip Iwan Fals yang berpendapat lagu Pak Presiden itu bagus (Liputan6.com, 13/9/2009).

Karya lain musikal Yockie sebagai penata musik untuk pentas misalnya Diana (dari judul lagu Koes Plus, 2010) dan salah satu pentas Operet Bobo (2002).

Jejak musikal Yockie sesungguhnya banyak jalur. Ia pernah dua kali merekam musik ringan instrumental, dengan piano, yakni Musik Santai I (1976) dan Musik Santai II (1977).

Dalam album produksi Prambors-Aquarius itu ada lagu “Widuri” (Ariadi), “Lembah Biru” (A. Riyanto), “Mungkinkah” (M. Sani), serta “When I Need You (Albert Hammond & Carole Bayer Sager, dipopulerkan Leo Sayer).

Tata suara

Sebagai pemusik, Yockie yang namanya pernah tertulis dalam sekian ragam ejaan — misalnya Yongki dan Jockie — termasuk gemar mengolah suara. Pada tahun 1970-an kemampuan macam itu belum merata di kalangan pemusik.

Pemusik Fariz Rustam Munaf, dalam bab “Digitalisasi” (Living in Harmony, 2009), menulis bahwa dirinya belajar olah suara dari Yockie.

Fariz, semasa jadi anak bawang, jadi paham ihwal menempatkan sudut bunyi dan membagi frekuensi dalam suara stereo. Suatu hal yang menjadi bekalnya dalam berkarier.

Dimuat di Beritagar.id (Senin, 5 Februari 2018)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *