MASYARAKAT KITA KIAN TERBUKA TERHADAP HAL YANG DULU TABU | Pagi memeriksa email, seperti biasa banyak tawaran melalui nawala (newsletter) untuk saya. Dalam pembacaan sekilas sambil menggulung layar, mata saya terantuk satu hal: tawaran vibrator yang setelah terdiskon 63% (kenapa bukan angka magis 69%, ya?) menjadi Rp299.000. Bagi saya hal itu menarik karena barangnya tak ditawarkan oleh toko khusus alat bantu seks maupun toko lingerie, melainkan oleh toko penjual aneka produk diskonan termasuk voucher.
Apa saja hal menarik dalam produk yang menurut tautan spesifikasi berdiameter 26mm dan panjangnya 151mm, 100% water proof, dan ditenagai oleh dua baterai AAA itu?
Dalam highlights sudah disebut: “Safe – no toxic chemical“. Itu penting karena mainan anak-anak pun harus aman, tak beracun. Lho, tapi ini bukan mainan anak-anak, kan? Ya, tapi ini termasuk adult toys, dan sebagai benda asing yang berkemungkinan menyapa bagian dalam tubuh yang dapat diakses dari luar dia harus bebas dari bahan beracun.
Harapan saya, semoga dalam manual ada pengingat agar pengguna memperlakukan baterai dengan baik dan benar. Pertama, sesuai prinsip kesehatan lingkungan, tidak membuang baterai sembarangan. Kedua, jangan mendiamkan baterai terlalu lama mendekam ketika alat tak dipakai dalam jangka lama. Ini prinsip umum dalam barang elektronik, karena lelehan baterai kedaluwarsa itu beracun, minimal bikin gatal kulit, lagi pula dapat merusak kutub penangkap setrum dalam alat. Jelas?
Spesifikasi juga menyebut, alat ini punya sepuluh fungsi. Apa saja fungsinya tak diuraikan. Calon pembeli diandaikan sudah tahu. Tapi saya yakin ada fungsi kesebelas. Apa? Untuk dilemparkan dengan menyasar apa saja. Saya menyebut apa, bukan siapa, karena siapa bisa berarti satwa (piaraan) maupun manusia.
Untuk siapa vibrator ini?
Baiklah, saya salin tuturan dalam laman dagangan:
Vibrator hadir untuk Anda para wanita yang ingin memuaskan hasrat terpendam dengan lebih nyaman, aman dan pastinya menyenangkan. Vibrator dengan bentuk panjang ini dilengkapi tombol untuk mengatur tingkat kecepatan dan getaran yang dapat disesuaikan dengan keinginan. Vibrator ini terbuat dari material tanpa zat beracun dan kimia sehingga aman untuk digunakan. Selain itu Vibrator ini mudah untuk dibawa dan disimpan sehingga Anda tidak perlu khawatir diketahui oleh orang lain. Pengiriman Vibrator akan dikemas secara tertutup untuk menjaga kerahasiaan barang di dalamnya. Anda dapat melihat detailnya di sini.
Apa itu hasrat terpendam silakan terka. Mungkin seperti halnya mineral dalam tanah yang harus digali. Memangnya kalau dibiarkan terpendam apa jeleknya? Saya tidak tahu. Bertanyalah kepada penggali.
Eh, tapi bukannya hasrat di manapun itu terpendam? Kalau tak dinyatakan, tak menjadi manifes secara verbal, hasrat memang tetap laten. Artinya produsen bisa membaca sesuatu yang tersembunyi, yaitu desire. Buktinya pagi ini, setelah ditawarkan tadi malam, vibator ini sudah laku 33 buah eh batang.
Masyarakat yang kian terbuka
Tentang promosi dan penjualan vibrator secara terbuka, melalui internet, bagi saya hal itu sudah menggambarkan pergeseran dalam masyarakat. Vibrator itu barang biasa tapi tak berarti dia serupa dengan pompa tangan yang pemilikannya tak terlalu berkait dengan privasi. Vibrator itu privat. Malah teramat privat sehingga sebaiknya orang lain tak boleh tahu kecuali oleh pemilik memang dibolehkan — bahkan dengan pinta penuh asa — untuk tahu.
~ Tentang hak konsumen alat bantu seksual, lihat artikelnya di Beritagar
Bagaimana dengan petugas bandara, mengingat barang ini menurut paparan produk “mudah untuk dibawa” (artinya tak hanya disimpan dalam laci di kamar), karena sinar-x akan melihatnya? Cuek saja. Petugas bandara ramai sudah terbiasa dengan aneka isi koper yang terpindai, dan bagi mereka vibrator dan sejenisnya bukanlah benda berbahaya sejenis bom, dan barangnya dalam koper pun tak tergolong barang selundupan maupun susupan/selipan yang harus dikontrol.
Meskipun barang privat, dan dijajakan terbuka (tapi tanpa peragaan cara penggunaan), sebagian masyarakat tak menganggapnya produk tabu. Artinya boleh dan silakan ada tapi jangan terlalu blak-blakan kalau untuk khalayak ramai — lain halnya kalau untuk khalayak sepi yang terbatas. Ini serupa lingerie yang lebih dulu menyibak masyarakat sehingga akhirnya di pasar dekat terminal pun crothcless thong dijajakan di lapak, dijereng seperti pakaian dalam lainnya.
Bedanya dari vibrator, penjualan sexy lingerie secara online disertai peragaan tapi sebagian besar tak beda dari maneken di toko. Ibarat pakaian satpam di toko yang diperagakan maneken pria dengan pose standar, tak perlu ada reka adegan satpamwan sedang meringkus pencuri tunggal genset 1.000KVA (eh, kegedean ya?).
Dari sisi konsumen, lingerie juga sudah ramah media sosial. Peminat bisa membagikan informasi lingerie melalui Facebook. Di laman lapak daring, konsumen (termasuk pria pembeli) bisa memberikan testimoni. Orang tak malu menyatakan lingerie kesukaannya (bahkan yang mereka beli) di ruang publik bernama media sosial. Bahkan di Blok M, Jaksel, lebih dari sekali saya melihat wanita nyaman berbelanja lingerie yang dijual oleh pasangan suami-istri; dan ketika lapak itu hanya ditunggui sang suami, wanita konsumen pun tak risih mendatangi.
~ Tentang lingerie dalam masyarakat, lihat artikel ini dan satunya lagi di Beritagar.
Apakah hal serupa akan berlaku untuk vibrator? Saya tak mencari tahu adakah calon konsumen yang memanfaatkan tombol “bagikan” untuk Facebook dan Twitter. Sejauh saya tahu, akun Twitter maupun Facebook si toko tidak mempromosikan vibrator ini. Jika menyangkut toko, dalam pengandaian saya lebih nyaman bagi konsumen untuk berbelanja vibrator di toko online. Impersonal dan tak perlu bertatap muka. Kalau what you see is not what you get, itu risiko. Di toko beneran pun, mestinya, vibrator tak bisa dijoba untuk hal khusus seperti kemauan pabriknya karena alasan higiene.
Kalaupun vibrator dijajakan terbuka dalam toko/gerai khusus, dan masyarakatnya sudah terbuka, justru orang-orang yang mengatur kepantasannya. Seperti ketika pria melihat wanita kenalannya sedang memilih pakaian dalam di toko, dia tak akan tiba-tiba mendekat dan ikut memilihkan apalagi sambil berkomentar untuk sotoy merekomendasikannya; dalam vibrator pun kelak mungkin begitu. Orang bisa menimbang sendiri. Serupa orang kampung saat melewati kali atau belik (mata air) yang sedang dipakai mandi oleh wanita. Mayoritas pria yang melintas di kejauhan tak akan mendekat untuk melongok. Kalau ada yang nekat, sanksi sosial berdasarkan paugeran akan diterapkan.
Vibrator mana yang dibutuhkan?
Sebelum ada internet, saya mendapatkan kesan bahwa vibrator lebih dikenal oleh kalangan yang terpapar media cetak lebih banyak, terutama majalah asing. Di luar kalangan itu, vibrator juga dikenal tapi dalam pengertian yang berbeda, tak ada hubungannya dengan peranti intim yang sangat pribadi. Di sektor konstruksi misalnya, sejak dulu para mandor dan tukang mengenal vibrator.
Sama-sama sebagai alat yang bisa bergetar, vibrator yang ini bising, suara gaduhnya lebih keras daripada pemakainya. Pengendusan Google memberikan bukti. Sama-sama berlingkup bisnis, “jual vibrator” dan “sewa vibrator” itu akan menggiring pencari ke informasi yang berbeda.
Bisa diandaikan, yang butuh informasi “jual vibrator” adalah wanita, dan pencari kabar “sewa vibrator” adalah pria. Bagaimana kalau dibalik? Bisa saja! Taruh kata ada pria mencari informasi vibrator karena akan membelikan pasangannya (wanita), dan ada karyawati kontraktor yang ditugasi mencari info persewaan vibrator, maka… jadilah judul.
Salam getar penuh debar tapi jangan sampai menggelepar.
UPDATE: Siang ini seorang wanita memberi saya tautan produk untuk pria, berupa telur-teluran untuk memuaskan diri sendiri, dari toko yang sama. Dalam newsletter saya tampaknya tak ada.