Dari ketiga nama itu, manakah yang masih diingat oleh orang berusia 40 ke bawah, yang mengonsumsi betrita dari TV dan internet? Lama saya tak membaca koran sore Suara Pembaruan, apalagi saya jarang keluar dan jarang menyinggahi lapak koran maupun bersua pengasong. Dalam pesawat Jakarta – Semarang (Sabtu 22/11/2014) saya mendapatkan koran yang merupakan kelanjutan dari Sinar Harapan yang dibredel pada 1986.
Untuk hal tertentu waktu terus berlari, sangat cepat. Ingatan khalayak seperti tertinggal. Generasi saya pun mungkin hanya ingat tanpa melihat koran Suara Pembaruan (kini milik Lippo), Sinar Harapan, (PT Sinar Harapan Persada; Aristides Katoppo, Daud Sinjal, dlsb) apalagi koran daring Satu Harapan (terbitan Sinar Kasih, dulu pemilik Sinar Pembaruan dan sebelumnya Sinar Harapan).
Pada masa keemasannya, sampai 1990-an, Suara Pembaruan termasuk media sehat karena iklan dan tiras, tapi masih di bawah Kompas.