↻ Lama baca < 1 menit ↬

PARA TUAN KOTA MENGANGGAP ZEBRA CROSS SOAL SEPELE.

Entah apa bahasa Indonesianya, yang pasti zebra cross (lintasan zebra?) dirancang dan diterapkan untuk penyeberang jalan. Pejalan kaki maupun pengendara diandaikan sudah tahu. Tetapi apakah para tuan kota juga tahu? Lihatlah foto ini. Saya menjepretnya tadi sore tadi dan tadi malam di depan Plaza Blok M, Jakarta Selatan.

Sebagai zebra cross, lintasan bergaris ini sudah benar. Garisnya tampak jelas. Tetapi bagaimana menggunakannya, lihat pagar trotoar yang mengurangi akses penyeberang dari Melawai menuju Bulungan. Pagar dan perdu juga menghalangi akses penyeberang dari arah sebaliknya.

Itu baru satu soal. Pasal lanjutannya adalah, sesampainya di pembatas jalan, terusan zebra cross itu dihalangi pot besar (dalam foto pertama saya lingkari). Pasti para tuan kota yang digaji dengan pajak rakyat itu sangat piawai dalam perkara estetika dan fungsi.

Oke, ambil napas dulu setelah tiba di pembatas berhias pot tambun itu. Siapkan perjalanan sejauh sekitar empat puluh langkah untuk meyeberang lagi ke arah Optik Seis. Tengok kanan-kiri-depan itu wajib hukumnya.

Tetapi, ya tetapi, bagaimana caranya tahu bahwa saatnya telah tiba untuk  menyeberangi jalan yang menampung arus kendaraan dari empat arah itu? Jangan berharap ada lampu merah-kuning-hijau untuk penyeberang. Tak ada lampu macam itu. Maka gunakanlah kebatinan.

Para tuan nan bijak bestari lagi cendekia itu adalah orang-orang yang senantiasa berpikiran positif. Mereka yakin bahwa manusia selalu adaptif. Mereka tahu bahwa setiap warga dan pengguna jalan selalu mengajari anaknya menyeberang dengan benar dan waspada, termasuk mengenali segala risikonya.

Mereka, para tuan kota itu, adalah orang-orang mulia yang duduk di legislatif, dinas ini-itu, sampai wali kota, bahkan gubernur. Begitu mulianya mereka sehingga saya berprasangka bahwa mereka jarang berjalan kaki. Mereka jarang melakukannya karena yakin bahwa kotanya sudah beradab: memuliakan pejalan kaki, bukan kendaraan.

Zebra cross di benak para tuan kota itu adalah soal sepele. Sama sepelenya dengan pertanyaan bagaimana membedakan jenis kelamin zebra dari kejauhan. Kalau yang jantan, tubuhnya bergaris hitam di atas putih. Yang betina? Sebaliknya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *