Sendyakalaning toko CD dari hari ke hari kian terasa. Konsumen lebih suka berkas digital, baik dengan membeli maupun menyalin. Bahkan kemasan fisik CD pun ada yang tak mau membeli, cukup menggandakan punya teman. Maka toko MusikPlus di Plaza Blok M, Jakarta Selatan, pun tinggal sepertiga. Yang dua per tiga untuk kedai Omahé Mbok Giyem.
Jaringan MusikPlus ini sebetulnya termasuk lengkap. Kadang malah menawarkan inden untuk CD. Mungkin yang masih agak lengkap tinggal MusikPlus MTA, Kelapa Gading, dan Sarinah. Dari hari ke hari, siapakah yang masih mau membeli CD impor seharga Rp 200.000 lebih untuk setiap kepingnya? Beli lima biji bisa rogoh Rp 1 juta lebih.
Ketika MP3 belum berjaya, dan kaset masih diandalkan, banyak orang enggan membeli CD — apalagi dulu pemutarnya juga tak murah-murah amat. Ketika mini-compo makin terjangkau, MP3 mulai marak.
Anehnya, harga DVD untuk film maupun DVD musik bisa lebih murah ketimbang harga CD audio. Ini memang bukan soal teknologi. Repotnya, meski harga CD tertentu di luar negeri bisa murah, kita bisa repot di ongkos kirim plus bea masuk. Ah, jadi ingat ucapan seseorang, “CD itu mainannya orang katro tapi snobbish!” :P Repotnya, sebagian kaum penuduh itu bisa tega meminjam CD tanpa mau mengembalikan. Mungkin kalau ngembat itu dianggap modern dan smart. :P