Makanan adalah salah satu muara persilangan budaya. Jika menyangkut bakso, seorang rasialis anti-segala-kecinaan pun tetap bisa doyan bakso dan mi. Masih menyangkut bakso, pengucapannya juga bisa beragam. Orang Sunda menuliskannya “baso”, seperti kadang menuliskan “bapa” tetapi dibaca “bapak” — dengan “k” ringan. Tetapi “bakmi” tak ditulis “bami” :) Itulah keragaman.
Bagaimana dengan hidangan yang lain, “siomay” atau “somay”? Tenang, sebagian kedai masakan cina di Jawa Tengah pun masih menyebut hidangan aneka unsur sebagai “capjae” dan “capjay”, bukan “capcay”. Sesama Hokkian bisa berbeda pengucapan. :)
Kembali ke soal bakso. Ada bakso urat, dan diandaikan ada bakso daging. Kenapa tak ada bakso otot? Dalam ilmu hayat, penjelasan ketiga hal itu berbeda. Tanyakan ke ahlinya, misalnya Mbilung.