↻ Lama baca 2 menit ↬

Layanan online kian banyak dan kita semakin bingung untuk menyatakan kehadiran. Dulu ada Card.ly, dengan tampilan mirip kartu nama. Lalu beramai-ramailah sebagian orang ke sana, tapi setelah itu sepi. Card.ly tidak dimasukkan ke dalam signature pada e-mail. Tak disebut dalam akun Facebook.

Lalu ada Flavors.me. Rasanya sudah memuaskan karena semua presensi kita di mayantara seakan terwakili. Saya pun termasuk pengguna. Dengan layanan itu saya meringkas sosok saya dan menyatakan, “Kalau mau tahu saya, lihat saja di flavors.me/antyo.”

Adakah yang peduli? Tidak. Hanya saya yang peduli – tapi anehnya saya tak memasukkan ke dalam catatan kaki surat elektronik saya. Jadi, ini semacam pernyataan diri setengah hati. Ingin diketahui tapi malas memberitahu.

Belakangan ini sejumlah orang mengotak-atik About.me, yang domainnya terdaftar atas Anthony Conrad (about.me/tonyconrad), dari PumpkinHead Inc., sejak 29 April 2008. Mungkin ini cara terakhir bagi kita sehingga mulai besok signature cuma berisi “about.me/inilahsaya”.

Begitu pula mungkin besok kartu nama betulan yang terbikin dari art carton. Cuma ada nama, nomor ponsel, dan alamat e-mail; lalu alamat blog, akun Facebook, akun Twitter, sampai akun Linkedin pun cukup diringkas dalam kartu presensi digital.

Kenapa orang-orang melakukan itu? Kurang percaya diri, kata Anda. Ada betulnya, sih.

Tanpa membuat kartu presensi digital, bahkan tanpa bermain di Facebook maupun Twitter, pun seorang Budiono Darsono tetap dia apa adanya, dan semua orang tahu dia. Hal sama berlaku untuk K.R.M.T. Roy Suryo. Atau Onno W. Purbo. Atau Rene L. Pattiradjawane. Khalayak tahu siapa mereka.

Nah, sebagian orang di luar mereka masih perlu cara menyatakan diri. Supaya orang lain tak perlu tenggelam dalam mesin pencari, kata penganut aliran “bukti presensi online” – termasuk saya. :D

Jadi, kenapa repot-repot? Begitu, tanya Anda. Ada juga betulnya. Untuk berkomentar di sini cukup menggunakan akun Detik ID dan akun Facebook. Dalam layanan detik.com Anda juga bisa menjadi orang lain untuk menyatakan pendapat, kan? Jadi, kenapa harus punya kartu presensi?

Memang selalu ada orang yang menyukai kerepotan internet. Karena ingin diakui. Sehingga menyatakan diri. Dan siap bertanggung jawab. Media sosial memberi jalan, sama seperti kehidupan sosial di alam nyata.

Selain itu bagi sebagian orang adalah urusan akuisisi nama. Supaya tak diambil orang lain. Soal pemanfaatan, entar aja. Yang penting pesan kapling. Apa boleh buat, internet juga menjadi penampung ketamakan atas nama kesadaran tentang “personal branding”.

*) Dimuat dalam Kolom Paman Tyo, detikinet Senin 27 Desember 2010

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *