Menandai pantat piring dengan cat masih dilakukan banyak warung yang berjualan bareng. Untuk mencegah sengketa.
↻ Lama baca 2 menit ↬

APAKAH ANDA SUKA MENANDAI PROPERTI PRIBADI?

Penandaan secara manual berupa teks. Bagaimana kalau ada 12 lusin piring?

Akhirnya saya tahu nama pemilik warung itu karena tadi tanpa sengaja mendapati tulisan pada bagian luar piring: Musinah. Dari atas, posisi mata orang sedang menyantap, nama itu tak tampak.

Menandai peralatan makan adalah sebuah cara lama, masih dilakukan banyak penjual makanan dan pengurus RT, tapi yang ini dalam takaran yang kentara. Tak cukup dengan dot hasil totolan kuas bercat basah tapi nama dalam ukuran besar.

Nah, mau sekadar noktah atau teks, intinya sama: mempertegas pemilikan atas properti. Supaya tak tertukar. Agar tak diambil orang.

Personalisasi barang, melalui pelabelan, adalah soal jamak. Itu sebabnya kita menandatangani buku kita. Itu pula sebabnya toko Apple pun melayani grafir nama untuk iPod. Dan saya yakin wallpaper komputer dan ponsel Anda pun pasti berbeda dari bawaan pabrik. :)

Saya dulu, ketika masih sekolah, juga punya waktu untuk menandai lampu senter (dulu saya mengoleksi senter saku), beberapa model pisau potong Olfa,radio saku, drafting pen set (kalau Rapido itu merek), pengokot, perforator, dan benda lain.

Saya memakai Rugos atau Letraset (bisa juga putih), lalu setelah huruf tertempel saya olesi cat kuku bening. Cutex? Sulit mencari merek yang menjadi nama benda itu. Saya memakai Revlon, karena tahunya merek itu. Pramuniaga toko heran, dan mengamati kuku saya, tapi saya malas menjelaskan.

Tapi percayalah, yang bagus untuk mengolesi adalah cat kuku merek aneh, mungkin buatan RRC. Harganya separuh merek tenar, tapi butuh stok aseton supaya tidak njendel.

Kenapa tak memakai QR code? Yang arkais itu eksotis. :D

Penandaan personal yang masih saya lakukan sekarang ini hanya untuk buku dan kadang sampul CD. Untuk buku ada dua macam, yaitu stempel bertinta dan emboss.

Stempel dan stiker buku zaman sekolah. Dulu dianggap kemlinthi. :D

Kalau stempel, itu kebiasaan sejak kuliah. Pesan stempelnya di kaki lima, bisa ditunggu. Saya punya beberapa versi,  dan yang paling saya sukai adalah gambar gunungan bikinan Malioboro karena rumit, padahal dikerjakan secara manual. Waktu itu saya juga menempelkan stiker, yang saya pesan melalui wesel.

Yah, semata untuk ex libris. :D Meniru ayah saya waktu muda, semua bukunya distempel. Dan seperti ayah saya, ketika usia menua maka saya tak sempat lagi menera semua buku. :D

Stempel pelubang. Sebetulnya ini untuk anak-anak! :D

Selain stempel berkaret dan emboss, ada pula stempel pelubang. Saya punya beberapa. Ini sebetulnya mainan anak-anak. Ada yanggergambar kupu-kupu, burung, malaikat, ayam, dan bentuk spiral. Saya menerakan ini kalau belum sempat memakai stempel lainnya. Tapi kadang saya biarkan begitu sehingga beberapa buku saya, dan beberapa sampul CD, ada lubangnya.

Kalau Anda bagaimana? Bagi cerita dong…

* Sumber foto stempel zaman sekolah: Binatangisme, blog Terapi Komik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *