Mesin Jahit dan Penjahit

▒ Lama baca 2 menit

ADAKAH DI RUMAH ANDA? MASIHKAH ANDA KE TAILOR (DAN MODISTE)?

Pada sebuah kantor saya lihat mesin jahit itu. Entah untuk apa, karena itu kantor kontraktor BTS.

Uh, mesin jahit. Siapa yang masih memakainya, terutama dari keluarga muda, yang usia pasangannya di bawah 40? Harga pakaian jadi lebih murah karena industri garmen dan bisnis eceran sudah menjawab. Baju baru seharga Rp 40.000 pun ada.

Saya teringat blog lawas saya. Dua kali saya membahas mesin jahit. Yang pertama, lima tahun silam, tentang mesin jahit genggam yang saya beli dalam bus. Harganya Rp 10.000. Yang kedua, enam tahun lalu,  tentang masa kecil kecil generasi saya yang beribukan pintar menjahit. Jika mesin tak terpakai maka tutupnya dikatupkan dan dihiasi taplak batik atau tenun kotak-kotak.

Ibu Singer

Mesin jahit untuk keperluan rumah tangga, bukan industri, masihkah banyak terserap oleh pasar?

PT Singer Indonesia, yang kemudian menjadi PT Regnis Indonesia pada 1983 (iya, Singer dibalik menjadi Regnis), lalu berubah menjadi PT Singer Indonesia Tbk., tahun lalu meninggalkan jarum dan benang. Namanya berubah menjadi PT Singleterra Indonesia Tbk. yang berjualan bandwidth. Pada awal 2009, karyawan Singer Indonesia tinggal tiga: direktur utama, sekretaris perusahaan, dan office boy.

Pada masa jayanya, akhir 70-an sampai awal 80-an, Singer punya duta. Namanya Ibu Singer, diperankan oleh Rieka Hartono D. Pusponegoro Suatan. Dia adalah peragawati seangkatan Rima Melati (Lientje Tambajong) dan Gaby Mambo pada tahun 60-an.

Jahit menjahit untuk keperluan hobi dan domestik mungkin sudah lewat. Orang tak ada waktu. Maka Femina pun tak membonuskan pola potong dan jahit yang mirip poster itu.  Ini era ready-to-wear. Sale gila-gilaan bisa memberikan korting 70 persen — dengan “up to” yang nyaris tak terbaca.

Rahmat Jeans

Menjahit untuk jalan nafkah? Masih banyak. Setiap hari Anda melewatinya. Bahkan mungkin berpapasan dengan penjahit bersepeda — yang ini sih tukang permak.

Lantas kapan terakhir Anda (pria) berurusan dengan penjahit di luar urusan setelan jas? Saya tak tahu, apalah setelah batik mendemam banyak pria menjahitkan baju. Mungkin Anda lebih tahu. Terutama Anda yang gemar “sarimbit”, berbatik seragam sekeluarga. :P

Tentang penjahit, pekan lalu atas rekomendasi seorang teman saya ke Rahmat Jeans, dekat kampus Universitas Pancasila, Depok. Betul, namanya bukan Rahmat Tailor. Itu spesialis jins.

Saya menjahitkan celana pendek denim, karena sulit sekali mencari celana pendek biasa. Yang banyak dijual adalah model Jojon, dua pertiga, dengan banyak hiasan. Kalaupun ada yang biasa, ukurannya tidak cocok. Ternyata ongkos jahit celana panjang dan celana pendek sama: Rp 120.000. Hasilnya belum tahu karena belum saya ambil.

Foto: [1] Jentera dari Posterous Menerous [2] Iklan Singer dari Yudhi First Things First.

Catatan: Kalau minyak Singer masih laku, antara lain untuk roda gigi dan rantai sepeda. :)

Tinggalkan Balasan