↻ Lama baca 3 menit ↬

DARI KOPDAR AKBAR SAMPAI BRAND.

Mengapa namanya Pesta Blogger (PB)? Notulen, dan terlebih arsip e-mail saat pembentukan panitia pada 2007 mestinya bisa bercerita riwayat nama, termasuk siapa yang mengusulkan. :D

Bagi saya, misalkan ada nama lain, itu tetaplah sebuah pesta dari dan untuk bloggers: di situlah mereka bertemu dan berkumpul. Itu sebuah kopdar akbar, bahkan mestinya kopdar nasional.

Resolusi: perlu atau tidak?

Seorang teman secara sambil bertanya enaknya PB 2010 buat apaya ? Saya jawab, sebagai kopdar akbar itu adalah sebuah acara besar tapi santai. Nah, karena kopdar dua jam sudah bisa membuat jenuh, maka dibuatlah sejumlah acara secara simultan. Orang boleh memilih. Syukur kalau tercerahkan.

Lha memang adat dan adab onliners di Indonesia itu kopdar, kan? Tanpa kopdar, banyak orang merasa kurang guyub. Masa orang cuma kenal di internet. Ya to?

Dia lanjutkan apakah perlu ada pernyataan sikap untuk isu tertentu, misalnya yang bersifat “humanitarian”. Saya bilang, bisa saja bikin resolusi ini dan itu, tapi sebaiknya tidak diprakarsai oleh panitia.

Biarkan saja sejumlah orang, atau sejumlah wakil komunitas, yang merembuk sendiri tapi tidak mengatasnamakan hasilnya sebagai pernyataan peserta PB. Bahwa ternyata sebuah resolusi didukung oleh 99 persen peserta, bagi saya itu kebetulan saja.

Di sisi lain dari kalangan peserta bisa saja muncul sejumlah resolusi. Penandatangannya bisa orang-orang yang sama, tapi bisa juga tidak.

Misalnya Komunitas Blogger Penggemar Nasi Pecel menuntut agar pecel menjadi makanan wajib dalam setiap kopdar. Sementara Front Blogger Kaos Oblong mensyaratkan kaos sebagai baju kopdar tapi mengharamkan celana pendek. Dan Lingkar Blogger Suka Humor menuntut pemerintah agar tidak cengengesan menghina rakyat. Nggak masalah.

Santai sajalah. Tak usah membebani diri dengan hal berat, apalagi penuh busa retorika tapi pelaksanaannya seret. Anggap saja PB seperti simposium dalam arti yang sebenarnya: makan-minum sambil ngobrol. Mumpung ketemu, siapa tahu ketemunya setahun sekali – atau malah belum pernah.

Bloggers daerah dan bloggers pusat

Setiap kali mendengar celetukan dikotomis tentang “bloggers daerah” dan “bloggers pusat” saya pun geli.

Setahu saya semuanya bloggers daerah, termasuk bloggers dan komunitasnya yang bermukim di Jakarta. Bisa juga tinggalnya di Bekasi, Jawa Barat, atau di Serpong, Banten, tetapi merasa sebagai orang Jakarta.

Nggak ada yang lebih maupun kurang. Nah, karena saya belum mendapatkan data sahih, apalagi pakai persentase biar keren (misalnya 68% atau 69% — yang kedua ini angka favorit saya), maka saya tak tahu berapa banyak bloggers Jabodetabekser yang aktif di Twitter.

Kok Twitter? Iya, setiap kali ada masalah di Jakarta maka time line ramai oleh kicauan tentang Ibu Kota. Jika yang ikut berkicau adalah bloggers cap Monas maka kesannya mendominasi. Padahal kota lain juga punya masalah kan?

Bahwa pengicau Ibu Kota nggak paham soal di luar wilayahnya (kecuali bencana alam besar), karena mereka menilai masalah daerah lain itu terlalu lokal – misalnya semua tukang bakso serentak mogok berjualan – anggap saja mereka kurang gaul. Gampang to? :D

Ini serupa kita, orang Indonesia, tahu ada kota bernama Glasgow tapi Glaswegian nggak tahu Klaten, maka masalah ada di pihak yang tidak tahu. :P

PB dan brand

Apakah Pesta Blogger harus dipatenkan sebagai brand, dan dikuasai pihak tertentu?

Nanti dulu. Misalkan saya menggunakan nama kegiatan Kumpul Ceria dari, katakanlah, Komunitas Blogger Atambua, apakah itu boleh?

Jika menyangkut boleh dan tidak boleh maka berarti ada peraturan. Kalau saya ngèyèl soal legalitas, padahal Kumpul Ceria belum dipatenkan, mungkin “benar” – tapi tetap saja tidak elok.

Tapi boleh dong saya bikin Ceria Kumpul apalagi dengan logo yang mirip?

Ya – dan saya akan dianggap [1] ndhagel tapi wagu, atau [2] mencari masalah, plus [3] menambahi pekerjaan.

Jadi, saya nggak akan mempersoalkan kenapa Komunitas Blogger Atambua memakai dan menguasai secara sosial (maupun mungkin legal) Kumpul Ceria. Mereka punya hak historis. Jurus apapun yang saya pakai untuk ngèyèl dengan mudah akan terpatahkan.

Brand dan penyelenggara

Brand yang saya maksud bisa saja brandbrand-an, tanpa legalitas, tapi menancap di benak khalayak – minimal di benak penciptanya dan sudah dipublikasikan.

Bagaimana kalau Kumpul Ceria dari Atambua bukan gelaran komunitas blogger tapi gawean pabrik kecap atau toko terigu?

Sama saja. Mereka punya hak historis. Saya nggak berhak mempersoalkan. Tapi saya, dan komunitas baru saya (hanya berisi seorang; saya merangkap founder, ketua, dan anggota abadi), berhak membuat Mari Berkumpul Bergembira (MBB). Bahwa tak ada yang mau datang, itu lain soal.

Nah kalau acara saya, ya MBB itu, saya lembagakan bagaimana?

Lebih bagus. Ada panitia pengarah tetap, bernaung di bawah yayasan atau badan usaha, yang ujung-ujungnya ke perusahaan saya Ahagia Entosa Ejahtera, penerbit e-book semprul itu (jangan dicek ke Lembaran Berita Negara dan tambahannya).

Dengan pelembagaan maka urusan saya dengan mitra kerja dan sponsor menjadi lebih mudah. Kalau hanya dengan saya, urusannya menjadi antara lembaga dan perorangan, padahal personal guarantee saya cuma sarung batik kumal untuk pembungkus nangka di pohon.

Lantas kenapa pesta akbar?

Terserah penggagas, panitia, dan pendukungnya. Soal pilihan saja mau gelaran besar atau kecil. Mungkin saja lho, kalau cuma kopdar kecil, tapi dicitrakan nasional, malah akan memberi kesan eksklusif dan sektarian.

Tapi, eh…, bisa juga ding, biarpun dibuka untuk sebanyak-banyaknya orang tetap saja akan dianggap eksklusif: cuma mainan beberapa gelintir orang untuk mengerahkan bahkan memperalat massa.

Kalaupun ada pandangan begitu ya terserah. Tapi harap diingat, rombongan wisata yang pesertanya cuma sepuluh orang toh juga mengenal pembagian tugas, dan ujung-ujungnya cuma tiga orang (bahkan kurang) yang paling repot, lalu ada lainnya yang cuma penggembira. Keterlibatan, peran, kewenangan, dan tangung jawab itu kan mengenal porsi.

Terus, ya terus, kembali ke PB ya. Sudah tiga kali PB digelar, dan chairmen-nya adalah sobat-sobat saya, tapi baru sekali saya datang (PB 2009). Kenapa?

Ya nggak ada apa-apa, wong saya di dua PB sebelumnya kebetulan lagi repot. Yang pasti saya nggak punya masalah dengan chairmen, panitia, maupun Maverick, dan saya sangat menghargai kerja keras mereka.

Bahwa mereka (misalkan lho…) menganggap saya narablog bermasalah, ya itu masalah mereka. Yang penting saya merasa tak pernah  mengganggu mereka. :D

I’m a blogger. I’m still blogging. And I’m not your problem, guys. :)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *