Memori Murah, Kita Kian Tamak

▒ Lama baca < 1 menit

Anda masih ingat disket? Inilah media penyimpan yang mewah. Di kios fotokopi harga sekeping floppy disk 1,44 MB (3,5 inci) adalah Rp 5.000. Artinya harga per KB adalah Rp 3,55.

Mestinya bisa lebih murah karena seorang teman bilang bahwa harga disket itu Rp 2.500 – 3.000 per keping. Ah, sudahlah. Saya nggak mau dianggap kikir — padahal tertipu.

Dua pekan lalu saya membeli sepotong kartu memori MicroSD 4 GB, bermerek abal-abal dari Cina, seharga Rp 80.000. Tak sampai separuh dari merek kuat. Saya juga membeli sebuah USB flash disk 4 GB, bermerek entah, seharga Rp 90.000.

Tahun lalu, harga-harga belum semurah itu. Dua tahun lalu? Sekeping MicroSD 1 GB merek tenar saya beli Rp 125.000.

Karena kemampuan matematis saya buruk, tolonglah Anda koreksi. Sementara saya simpulkan, MicroSD 4GB tadi menghasilkan harga Rp 0,02 per KB. Dan tolong Anda hitungkan harga per KB dari DVD-R double layer 8,5 GB yang diecerkan Rp 30.000 per keping.

Intinya, memori semakin murah. Hasilnya? Kita kian tamak. Cenderung kurang selektif.

Ponsel kita menjadi album foto, diskotek (arti lama = pustaka musik), dan videotek. Tapi apakah setiap hari gambar dan video itu kita lihat? Apakah semua trek lagu kita dengar sepanjang hari?

Periksalah komputer Anda. Jumlah gambar, video, musik, dan teks yang Anda simpan kian membengkak. Jangan salahkan komputer jika hard disk yang 200 GB baru terisi 50 persen tapi kinerja mesin melambat.

Kapasitas penyimpan adalah satu hal, dan kemampuan baca alat adalah hal lain. Lebih murah bagi produsen untuk menambah memori ketimbang menambah kemampuan prosesor karena yang ini butuh pasokan dari vendor.

Kita semakin rakus memori, tapi waktu untuk menyimak semua isi tak bertambah. Ini serupa dengan gaji Anda sudah berlipat, dan bisa memborong buku, tetapi waktu baca Anda tak bertambah. Sehari tetap 24 jam, padahal yang delapan jam untuk tidur.

Ya, sepertiga hidup manusia untuk tidur. Sisanya terbagi untuk aneka urusan, termasuk menghasilkan-mencari-menyimpan konten, tapi tak cukup waktu untuk menyimak ulang. Kita lebih suka melangkah ke depan, kan?

*) Dimuat di detikinet, 5 Oktober 2010

Tinggalkan Balasan