↻ Lama baca < 1 menit ↬

Oleh empat orang yang mempekerjakannya dia tak dipanggil sebagai Sarimin. Tak pernah jelas kenapa nama generik Jawa ini akhirnya identik dengan nama monyet. Dalam cuaca kacau selama Ramadan, kadang panas lalu tiba-tiba hujan, mereka yang berasal dari Cirebon (entah kecamatan dan desa apa) itu berkeliling hingga jauh meninggalkan pangkalannya di Angke, Jakarta Urara, ke Kabayoran Baru, Jakarta Selatan.

Sehari kadang hanya terima bersih Rp 20.000, kata salah seorang. Akan pulang kampungkah Lebaran nanti? Tentu. Bersama si monyet? Hanya ada senyuman salah seorang.

Si monyet memperagakan beberapa adegan sesuai peran. Dari yang gagah jumawa sampai yang mati sial bukan sebagai johan. Masih ada waktu dua minggu untuk menambah uang lebaran. Banyak atau sedikit perolehannya, mereka tetaplah pahlawan bagi keluarganya. Mereka? Termasuk si monyet, sebagai pahlawan tapi bagi keluarga manusia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *