Libur dan Pengenalan akan Rumah

▒ Lama baca 2 menit

TERMINAL TETAP ITU BERISI KELUARGA.

Misalkan genting tak bocor, engsel pintu tak terlepas, apakah hari libur menjadi alasan bagi Anda untuk lebih mengenal rumah sendiri? Rumah. Ya, rumah. Bangunan tempat kita tinggal — dan mungkin beranak pinak.

Saya sendiri malu menjawab itu.

Rata-rata dalam sehari berapa jamkah Anda berada di rumah?

Maksud saya di luar delapan jam untuk tidur. Delapan jam: sepertiga dari hidup kita.

Sudah lama saya hanya membatin, bahkan sampai siang tadi, ketika melewati mansions dengan banyak ruang di Jakarta: megah, terawat, tertutup, senyap. Mungkin anak-anaknya sudah bersekolah di luar negeri.

Atau kalaupun masih di dalam negeri, anak-anak itu sibuk, dan di rumah semuanya sudah tersedia, tak ada alasan untuk keluar. Yang ada di luar rumah, tapi masih dalam halaman sendiri, adalah kolam renang. Itu seperti warga rumah tempat saya dulu pernah bertamu: pasangan dengan tiga anak remaja dan sekitar 35 anggota staf rumah tangga (pembantu, sopir, satpam), sehingga merepotkan nyonya rumah pada akhir bulan dalam mengatur pembagian gaji (waktu itu masih tunai) untuk para penggawa itu.

Ah, kita bicara dunia kita saja. Sekecil atau sebesar apapun rumah kita, apakah kita betul-betul mengenal dan menikmati?

Jika bicara menikmati, kita bisa mengatakan “ya”, dengan tambahan: “rumahku surgaku”. Tapi mengenali hingga ke sudut-sudutnya? Semoga kita ada waktu.

Ada waktu untuk menginjakkan kaki ke semua sudut, semua ruang. Masuk ke gudang bukan hanya saat mencari radio rusak untuk diambil spikernya. Masuk ke kamar anak-anak, tepatnya membuka pintu, bukan untuk sekadar memastikan apakah mereka sudah tidur. Melewati pintu samping meskipun tak ada alasan karena yang memasukkan tabung gas dan galon air kemasan adalah utusan penjual.

Ya, ya, ya. Baiklah kita bisa bilang tak punya waktu. Tak mungkin saban hari menginjakkan kaki di wilayah yang saya contohkan tadi. Kita tiba rumah hanya untuk mandi, tidur, mandi, lalu pergi lagi sebagai sebuah siklus sampai tak sadar perbedaan fajar bulan Mei dan November.

Hari libur? Kadang ada waktu untuk membaca sambil menikmati musik, atau sekadar duduk diam di ruang tamu yang jarang didatangi tamu (konon orang Jakarta jarang menerima tamu!). Tapi hanya sebentar kan? Lalu kita pergi memanfaatkan hari libur, atas nama desakan anak-anak. Ke mal. Ke luar kota. Atau tempat lain.

Anak-anak? Saya tak tahu, apakah anak-anak sekarang yang kurikulumnya berat, ditambahi aneka les dan kursus, juga mengenali rumahnya dengan baik. Apalagi jika rumahnya besar.

Dulu, sudah lama sekali, ketika menonton Dead Poets Society, Toy Soldiers dan Home Alone saya terkesan oleh satu hal: anak-anak di mana pun lebih mengenal rumah dan asramanya ketimbang orang dewasa.

Mereka tahu tempat-tempat rahasia. Mereka tahu jalan rahasia. Sama seperti saya waktu bocah tahu cara naik ke atap garasi tanpa tangga. Serupa saya dan adik saya menikmati waktu pribadi di atas pohon gandaria tanpa terlihat dari bawah. Serupa teman saya mengajak saya ke langit-langit bangunan belakang rumahnya untuk menceritakan intipan terhadap (maaf) threesome ayahnya dengan dua wanita tetangga selagi ibunya pergi — cerita yang membingungkan untuk anak sembilan tahun. Serupa saya dan teman mendapatkan tempat kering nyaman di tengah gorong-gorong yang melintang di bawah jalan raya lalu kami bertukar khayalan setelah dewasa ingin jadi apa.

Anak-anak lebih mengenali lingkungan kecilnya. Mereka punya waktu. Mereka punya rasa ingin tahu.

Kini jika anak-anak tak ada sisa waktu untuk beranjak dari ponsel, komputer, video game consoles, dan buku, apalagi ruangnya sejuk ber-AC, masih adakah peluang bagi mereka untuk mengenali rumahnya?

Jika anak-anak tak mengenalinya apalagi kita, orang-orang dewasa. Lalu kita menyalahkan waktu dan kesibukan. Bahkan kemudian kita tak dapat mengapreasiasi hiasan rumah yang kita beli, kita pajang, padahal untuk mendapatkannya harus berjuang.

Akhirnya kita agak tersinggung sekaligus malu jika disebut memperlakukan rumah selayaknya terminal: tempat singgah di antara datang dan pergi. Tempat singgah tetap. Dengan orang-orang yang itu-itu juga, yang kita kenal dengan baik, bahkan sepanjang hayat.

Selamat menikmati akhir pekan panjang.

Tinggalkan Balasan