↻ Lama baca < 1 menit ↬

Inilah kerepotan sebuah portal besar yang berisi aneka informasi. Misalnya Kompas.com. Ketika kabar dari anggota (Surya) dinaikkan, maka pendekatan di Kompas  online pun tak berubah. Mungkin akibat minimnya bahan dan desakan tenggat. Untuk Surya, orang bisa bilang itu  berkaitan dengan target dan segmentasi pembaca. Tapi misalkan benar begitu, sudut pandang berita ini mengikuti warga di lingkungan pasangan yang jadi lakon.

Apapun sikap warga itu memang potret sosial, dan media layak merekamnya. Hanya saja nuance warta ini telah mengadili si lelaki yang menghamili seorang janda yang juga adik iparnya, dengan tambahan penggiringan opini karena si janda “sensual” (Kompas) dan “montok”  (Surya). Seolah “kemolekan” (Kompas dan Surya) ditempatkan sebagai “pemicu kejahatan”. Misalkan berita ini muncul di Kompas cetak edisi Minggu, sebagai berita ringan, gaya penjudulan dan isi yang sama pun menjadikan Kompas tak beda dengan Pos Kota dan city papers lainnya. Pesona fisik perempuan (yang diopinikan begitu) menjadi sumber “kejahatan pria”, sehingga si “korban” juga patut dipersalahkan.

Dalam pengandaian saya, kelasnya Kompas adalah menyajikan perbenturan nilai dalam sebuah masyarakat secara lebih jernih dan dewasa. Tapi, yah inilah konsekuensi megaportal dan kecenderungan internet: serba-tergesa, tak sempat jaga jarak. Tak hanya Kompas, portal dengan banyak saluran akan menghadapi kerumitan yang sama — apalagi kalau user generated contents.

Posting serupa sebelum ini ada juga.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *