Apa sih yang dicari manusia dengan membuat menara setinggi mungkin? Hanya uji pencapaian konstruktif? Misalnya Burj di Dubai yang setinggi 818 meter itu. Ketika helikopter, pesawat terbang, dan kendaraan terbang lain sudah tersedia, begitu pun terjun payung tandem, masih perlukah hasrat bertinggi-tinggi untuk menaklukkan (atau berakrab-akrab dengan) akrofobia itu? Ketika menipisnya ruang terbuka belum menjadi alasan, apakah menara tinggi sudah perlu?
Sejarah selalu mencatat upaya manusia untuk membuat konstruksi yang tinggi, bahkan tertinggi, pada zamannya. Padahal belum tentu fungsional. Sebagai tetenger (landmark) pun sosok konstruksi tinggi akhirnya mengandalkan persepsi manusia, tepatnya konstruksi di benak, bukan semata penampakan yang nyata secara visual. Nyatanya Monas tak terlihat dari semua sudut Jakarta karena cityscape yang terus berubah.
Video ini menarik justru karena “amatir secara filmis” tapi nyata. Dia juga bukan sebuah simulasi citra trimatra.