Hadiah Undian karena Fasilitas Perusahaan. Untuk Siapa?

▒ Lama baca < 1 menit

UNTUK PEMENANG, DONG. TAPI… :D

Misalkan tagihan ponsel Anda dibayari oleh kantor. Sakndilalah poin Anda berbuah keberuntungan, mendapatkan hadiah mobil undian (atau ibadah umrah). Untuk siapakah hadiah itu?

Jawaban enak tapi dianggap egoistis: kalau atas nama karyawan, ya hadiahnya untuk karyawan dong. Jawaban peduli lingkungan: yah kantor dapat bagianlah — setelah mobil diuangkan, bukan sekadar hak pakai mobil. Persoalannya, siapa yang disebut sebagai “kantor” itu? Lembaga atau orang-orangnya?

Dulu ketika masih bekerja, saya beberapa kali menggunakan maskapai penerbangan yang kebetulan tiketnya berhadiah besar. Saya sempat membatin begini: untunglah saya nggak ada bakat menang undian, sehingga nggak bakal ada masalah. :D

Bisa saja hadiah untuk karyawan karena tiket memang atas nama karyawan (sesuai regulasi penerbangan). Jika karyawan menang undian, tapi kantornya adalah kumpeni besar, padahal soal itu tak diatur dalam peraturan perusahaan, maka urusannya gampang. Asal diam saja pasti aman. Kalaupun orang tahu akhirnya toh cuma jadi pembicaraan bercampur sedikit iri sesaat.

Perusahaan mapan sudah punya rumus baku keuangan, dari mana saja uang bisa masuk (dan keluar). Meminta karyawan menyerahkan hasil penguangan hadiah tak ada dalam kebijakan keuangan — belum lagi kerepotan pajak dan lainnya.

Meski begitu, sebetulnya saya nggak tahu adakah kebijakan di perusahaan tertentu yang menyangkut hak konsumen atas penggunaan barang dan jasa yang yang difasilitasi oleh perusahaan.

Untuk mileage, misalnya. Yang ini bukan undian melainkan berlaku rata untuk konsumen. Tapi sebagai frequent flyer untuk dinas, seorang karyawan dibayari oleh kantornya. Lantas bonus tiket nanti untuk siapa?

Adapun yang undian, itu tak hanya tagihan ponsel. Bengkel ATPM pun ada yang menyediakan hadiah mobil, dan pengisi kupon adalah orang yang membawa mobil — bukan nama dalam BKPB/STNK. Hadiah untuk siapa?

Saya menulis ini karena tadi ngobrol seru, penuh tawa, dengan beberapa orang yang tagihan teleponnya dibayari kantor. Mereka itu orang-orang biasa, bukan bos-bos BUMN yang memang bergelimang fasilitas, sehingga hadiah undian bisa saja menjadi impian.

Menurut Anda, bagaimanakah sebaiknya? Apakah hadiah senilai Rp 400 juta itu sama saja dengan bolpen dari stan pameran? Bukan suap, bukan kecurangan, tapi cuma rezeki perorangan saja?

© Foto Mercedes-Benz A170: tak ada info

Pemutakhiran gambar ilustrasi, dengan contoh dari tangkapan layar aplikasi Telkomsel (Sabtu, 7/12/2019)

Tinggalkan Balasan