Orang-orang tua dulu menyebutnya padvinder. Artinya ya pandu. Pandu perempuan, kalau tak salah, namanya kurcaci. Pada awal Orde Baru, kepanduan dibersihkan dari afiliasi ke partai dan golongan (Hizbul Wathan Muhammadiyah, Pandu Kristen Parkindo, dan lainnnya).
Sempat dicairkan dalam wadah baru Kojarsena (Korps Pelajar Serbaguna), kepanduan Indonesia kemudian menjadi Praja Muda Karana (Pramuka). Sifat keanggotaan adalah suka rela, tetapi waktu saya SMP dulu itu adalah wajib, dan guru maupun keksek tidak mau melayani debat soal itu. Maka dulu, karena setiap pelajar adalah otomatis menjadi anggota Pramuka, jumlah anggota pandu di Indonesia banyak sekali. Sudah begitu, secara ex-officio setiap walikota dan bupati adalah pembina — mengikuti tata politik Golkar yang waktu itu malu menyebut diri partai.
Bagaimana sekarang, saya kurang tahu. Yang saya dengar, saat jambore nasional pun kedai fast food buka dagangan di sana. Di Jakarta, tahun 70-an, pernah ada diskotek jalan, namanya Baden Powell Discotheque, dan pernah bikin safari pentas musik di beberapa kota dengan nama Baden Powell Music Rallye — antara lain membawa Badai Band (Chrisye, Keenan, Fariz R.M., dan lainnya). Pendiri disko itu, Rainier, adalah pandu. Bondan Winarno, sebagai pandu senior, punya banyak cerita tentang pandu.
© Foto: tidak diketahui | Bahan tentang kepanduan silakan lihat Wikipedia dan Padvinder Indonesia