TUA ITU ALAMI, PATUT DISYUKURI.
Apa sih ukuran tahu diri? Bimbang muncul dari tanya. Terutama pertanyaan orang lain. Misalnya mengapa saya masih berkaos dan kadang bercelana pendek padahal saya sudah tak muda lagi.
Maka saya pun menimbang, jangan-jangan itu sudah tak pantas, tapi sesudah itu lupa. Saya berkaos maupun berkemeja, bercelana pendek maupun berpantalon halus, itu soal kenyamanan — dan sesekali karena menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Saya tak muda lagi. Dalam satu kata: tua. Itu alami, tak perlu disesali apalagi dilawan — pun tak perlu dibanggakan sebagai prestasi maupun disembunyikan selayaknya aib.
Saya menyadari sudah dan semakin tua antara lain karena foto dari tahun ke tahun. Ada saja yang berubah.
Memang saban hari saya becermin. Tapi itu pun sekadar berdiri di depan cermin ketika harus menggosok gigi dan mencukur kumis dan jenggot. Saya menduga alasan utama pria berlama-lama di depan cermin adalah karena menyisir rambut dan merapikan dasi.
Tapi selama-lamanya pria becermin itu berapa menit sih? Ketika seorang pria menipis rambutnya, bahkan habis, sehingga tak perlu menyisir, makin pendeklah waktu untuk becermin. Makin pendek pula waktu untuk bergenit diri memerksa kantong mata. Ketika kegiatan harian tak membutuhkan kemeja halus dan dasi, tak ada alasan berlama-lama di depan cermin.
Kesadaran telah menjadi tua tak hanya diperoleh dari foto diri dan cermin. Melihat anak yang rasanya baru kemarin di TK tapi sekarang sudah remaja, itu menambah kesadaran tentang ketuaan diri. Demikian pula ketika mendatangi warung kelontong milik tetangga blok sebelah, yang menyepi karena anak-anak pemilik warung sudah dewasa, menikah, berpindah rumah. Anak-anak yang rasanya baru kemarin terlihat bersepeda sambil berseru-seru.
Dengan maupun (terlebih) tanpa penjagaan kondisi fisik, menjadi tua berarti turunnya stamina. Menjadi tua juga terasa dari daya ingat yang perlahan memudar. Nama dan istilah tertentu bisa tiba-tiba hilang dari benak justru saat harus diucapkan. Bertambah tua juga berarti turunnya kemampuan melakukan multitugas dan pada saat yang sama gagap memanfaatkan teknologi untuk memperingan pekerjaan.
Menjadi tua bisa berarti banyak. Setidaknya konsumsi beras terus bertambah jika dihitung sejak bocah — tapi sayang itu bukan prestasi.
Muramkah menjadi tua? Wajah kian jelek memang iya. Tapi ada hal yang patut disyukuri. Meski mulai pikun, menjadi tua justru bertambah teman, bahkan dari kalangan yang jauh lebih muda.
Hidup ini menyenangkan. Jika bicara beban dan masalah, itu semua orang punya. Jika bicara soal berbagi, sekecil apapun, semua orang juga bisa (dan suka) — dan bisa diajak kerja sama.
© Foto/ilustrasi/properti: blogombal/Ijoel/Cognito