Pulang yang bukan (Sekadar) Pulang

▒ Lama baca < 1 menit

PULANG, MUDIK, LIBURAN. MANA YANG UTAMA?

Wanita itu setengah mengeluh. Mengapa setengah karena tak sepenuhnya mengeluh. Setiap tahun dia pulang ke rumah orangtuanya, membawa suami dan anak, sampai dua pekan. Pada akhir tahun pun begitu. Tapi tidak untuk Lebaran. Orangtuanya menganggap dia jarang pulang. Saudara dan ipar, yang biarpun datang hanya semalam, lebih diperhitungkan sebagai yang pulang — bukan berlibur.

Tentu akan tafsir terhadap ini. Silakan Anda berdiskusi. Lalu saya tambahi kasus lain.

Seorang pria, beserta adik dan kakaknya, ketika masih SMA dan kuliah punya kesepakatan. Isinya: jika kelak mereka tinggal berpencar di kota yang berlainan maka Natal tidak harus pulang ke rumah orangtua.

Bukan karena kelewat jadi abangan atau sekular sehingga menjauhi Natal melainkan semata karena alasan rasional. Sekitar tutup tahun itu apa-apa mahal, termasuk ongkos perjalanan dan penginapan. Urusan menengok orangta bisa dipilihkan hari yang lain, yang lebih lega.

Di kemudian hari ada yang tetap konsisten, ada yang tidak. Alasan yang pulang tidak antara lain karena kangen dan kasihan terhadap orangtua. Yang tidak pulang? Juga tetap kangen dan kasihan, tetapi “akal sehat” masih dikedepankan.

Bagaimana Anda melihat ini? Selamat berdiskusi selagi menyambut Hari Raya.

Selamat Idul Fitri untuk Anda yang merayakan. Seperti harapan dan pinta tahun sebelumnya, bagikanlah hikmah dan berkah yang Anda petik kepada sesama — antara lain melalui blog.

Tinggalkan Balasan