Menutup Mata dan Terus Berjalan

▒ Lama baca < 1 menit

TAMPAKNYA BERANEH-ANEH BUKAN CUMA DUNIA ANAK…

berjalan menutupi kepala dengan sarung

Dari jauh saya amati anak itu. Dia berjalan dengan mengerudungkan sarung, menyusuri jalan beton pembelah taman sebuah SMP negeri di pinggiran Jakarta. Bagaimana kalau dia tersandung? Atau terperosok ke parit? Ah, saya menghibur diri bahwa anak itu sakti mandraguna karena berguru kepada Mandra dan Gunawan. Atau karena sarungnya tipis. Lagi pula sudah hapal lapangan.

Ternyata tak terjadi apa pun. Dia tahu kapan membuka selubung kepala. Aman. Tenang saja. Tanpa cengengesan. Tiada niat mencari perhatian. Tak sadar sedang dibidik kamera kuaci abal-abal.

anak berjalan menutupi mata sendiri

anak smpHmmm… selalu ada dorongan bagi kebanyakan anak untuk melakukan hal tak lazim, kadang tanpa alasan yang jelas, atau kalau pun ada alasan takkan dipahami orang dewasa. Sialnya, ada saja orang dewasa yang merasa langsung matang ketika lahir, lupa pernah melakukan hal-hal aneh yang berbahaya waktu kecil.

Waktu berumur 10 tahun saya pernah naik sepeda sambil merem. Adik saya mengawasi. Dalam pejam mata dunia gelap tahu-tahu saya terbanting ke aspal yang bertabur kerikil dan pasir.  Byak! Dunia terang. Sudah ada seorang pemuda yang mengaduh dan menyumpah di dekat saya. Roda depan sepedanya jadi angka delapan.

Dalam sepersekian detik saya langsung paham. Pasti dia meluncur dari jalan menurun yang berlawanan arah dengan saya yang sedang menirukan akrobat sirkus. Kemudian… gubraks!

Dalam waktu singkat itu pula, di tengah pertigaan Kalinongko di Jalan Osa Maliki Salatiga, kerah saya telah terangkat oleh tangan kirinya. Dia berdiri sambil membungkuk. Tangan kanannya siap diayun… Saya seperti tergantung oleh baju saya sendiri.

Untunglah datang seorang hero. Mas Mardi namanya. Saya selamat. Dengan diplomasi dan entah apalagi si pemuda yang dengkul celananya robek itu berlalu, menuntun sepeda beroda bengkok, sambil meninggalkan sumpah serapah. Adik saya tertawa-tawa. Saya juga, karena sepeda saya utuh. Pakaian saya pun utuh.

Memang bukan teladan yang layak tiru. Tapi saya tak beda dengan anak SMP di luar kompleks Bintaro Jaya itu. Melakukan sesuatu yang aneh, yang berbahaya, yang konyol. Bedanya, saya merugikan orang lain.

Namun benarkah perilaku aneh hanya milik dunia anak-anak? Orang dewasa juga bisa dan suka aneh-aneh tanpa merasa dirinya aneh. Misalnya para anggota DPR yang doyan suap itu.

Maka nanti, saat menjumpai kampanye pemilu, jangan menanyakan visi maupun program ini-itu kepada partai dan caleg. Tanyakan saja apakah setelah duduk di parlemen mereka akan menolak suap dan anti terhadap praktik percaloan.

Tinggalkan Balasan