Listrik Menyala, Alat Menderita

â–’ Lama baca 2 menit

KALAU PLN BENER, KONSUMEN TAK PERLU STABILIZER.

stabilizer untuk listrik rumah karena PLN sangat asu

Listrik di rumah kemarin padam, tanpa pemberitahuan via telepon, SMS, maupun selebaran (emang pernah?). Ketika menyala, ada alat yang ngadat. Dispenser tak dapat mengaluarkan air dingin maupun panas. Benarkah penyebabnya adalah listrik yang tiba-tiba menyala dengan kekuatan berlebih?

Saya bukan ahli listrik. Jadi kesimpulan saya bisa saja salah. Bisa saja kasusnya hanya kebetulan. Tetangga mengumpat, gelas saya pecah — lantas dua hal yang bikin kesal itu saya kandangkan sebagai hubungan kausal.

Karena saya bukan ahli setrum, demikian pula para saksi, tempo hari ketika pemutar CD saya di rumah blogger jadi cuit-cuit, saya hanya bisa menuduh PLN.

Pagi itu saya sedang di kamar kecil. Musik masih berdendang riang tanpa tahu diri bahwa sumber energi dari BUMN cap geledek.

Mendadak lampu padam. Tak sampai semenit. Lalu lampu menyala lagi. Yang saya rasakan di toilet, lampunya terang sekali melebihi biasanya. Saat itu juga terdengar semacam lolongan atau cicitan dari pemutar CD yang tiba-tiba menyala. Bukan suara dari spiker melainkan suara dari mekanis pemutar.

Saya segera keluar. Saya hampiri si pemutar mungil yang sering ditertawakan orang karena bermerek jadul itu. Saya matikan. Lalu saya hidupkan lagi. Sejak hari itu si pemutar bercuit-cuit, atau bersuara tik-tik-tik. Kalau menyetel musik perlahan maka suara perkusi masinal itu sangat menggaggu. Ketukannya tak pernah kompak dengan beat.

Memang saya tak memasang stabilizer atau regulator otomatis untuk pemutar musik seperti di rumah. Tapi apakah konsumen harus menyediakan itu? Bukankah sudah menjadi tanggung jawab PLN agar tegangan tetap 220-240 Volt?

Satu-satunya alat bebal di rumah adalah kulkas bulukan yang pintunya sudah baret-baret dan beberapa sudutnya karatan. Usianya sebaya anak sulung saya yang sekarang kelas satu SMA. Kulkas itu sungguh ramah PLN: tak pernah jadi korban lonjakan daya mendadak. Mungkin dia pernah ditatar di markas pabrik setrum.

Alat lain? Dulu, paling ringan adalah terhapusnya setelan jam, timer, alarm, dan frekuensi stasiun pada compo. Yang agak berat: bolam tiba-tiba putus saat listrik menyala sangat terang setelah padam. Yang lebih berat: compo ndesit bin katro itu akhirnya jebol.

Korban berikutnya: sekering UPS putus, eh setelah itu UPS-nya mampus. Yang sial, bersamaan dengan kasus itu, adalah inkjet printer. Karena tak terhubung ke UPS dia langsung wafat. Orang awam bilang, “Jeroannya terbakar”.

Dalam hal melatih kesabaran dan ketabahan, PLN layak diacungi jempol. Tak percuma berlogo petir karena sering bikin jantung konsumen empot-empotan.

Dalam hal merangsang kreativitas, PLN juga pintar. Teman saya, yang bekerja di rumah (Tambun, Bekasi) dengan mengandalkan komputer dan internet (karena memantau bursa saham), harus beli genset mini yang diperam di kamar mandi agar tak terlalu bising.

Dalam perkara mengecoh akal sehat, PLN punya humor pahit yang dahsyat. Ketika dia tak mampu menyediakan daya sesuai pertumbuhan konsumsi listrik, maka yang disalahkan adalah konsumen. Dagangan laku malah marah. `Aneh.

Perkembangan terakhir: jadwal kerja pun harus diubah sesuai kemauan dan kemampuan PLN. Ini sesuai penjabaran slogan “Listrik untuk kehidupan yang lebih baik”.

Perusahaan Listrik Nyeleneh. Perusahaan Listrik Ngawur. Perusahaan Listrik Ndhagel. Perusahaan… anu… silakan Anda tambahi sendiri.

Konon PLN menyediakan hadiah untuk usulan penggantian nama. Pemenangnya akan disetrum sambil mendengarkan Van der Graaf Generator lagu Mati Lampu. Kabarnya lagu itu akan menjadi hymne PLN.

Bonus:
+ Mati lampu dan tawa Mbak Setruminah
+ Surat tagihan model baru
+ Pemadaman selektif (Stttttttttt…)
+ Orang PLN dilarang kerja soliter
+ Mencoba berpikir positif saat listrik padam
+ Kompetisi blog oleh PLN, tapi dilarang menulis posting negatif  — maaf belum ada :D
+ Lomba karya tulis bertema “Kalau saya jadi Dirut PLN” — berhadiah kursi listrik

Tinggalkan Balasan