KREATIVITAS DARI HIERARKI RENDAH.
Dari jarak dua meter pun tak terbaca. Tapi saya tergoda untuk mendekati kertas sobekan buku tulis yang coretannya meluntur itu. Sebuah imbauan. Hasil tulisan tangan komandan satpam Gedung Pos Ibukota, Pasar Baru, Jakarta.
Mulanya saya geli. Setelah itu kagum. Saya mengagumi inisiatif Pak Kumendam Satpamwan. Tak usah mencari komputer (apalagi yang ada desktop publishing-nya) dan pencetak laser. Cukup sobekan buku tulis dan bolpen. Maka jadilah.
Saya tak mencari tahu apakah tuan-tuan mulia lagi bijak bestari di jawatan itu mengetahui apa saja yang telah dilakukan lapis bawah untuk kepentingan tempat dinas mereka. Tempat dinas yang kian kusam seiring menyurutnya pamor jasa pos.
Entah bagaimana caranya, yang penting beres. Barangkali itu prinsip tuan.
Kami lakukan sejauh kami mampu, itu prinsip para bala dhupak pidak pedarakan, yakni mereka yang secara hierarkis paling sering disuruh.
Peturasan para anggota staf jadi jorok, keran bocor cukup dibebat tas kresek, handel pintu copot cukup diikat tali rafia, itu bukan tanggung jawab juragan kecil. Di banyak kantor, itu tanggung jawab bawahan untuk mengatasinya.
Dalam setiap pidato dan santiaji, mantera bernama inisiatif seringkali lebih diresapi oleh bawahan. Tanpa mendengar sabda pun mereka kadang sudah paham — dan menjalankannya. Dengan risiko kalau salah akan dipertololkan.
Nasib.